Rabu, 31 Agustus 2016

Resep Gulai Kepala Ikan Kakap

Resep Gulai Kepala Ikan Kakap




Resep Gulai Kepala Ikan Kakap Sedap Maknyus



Bahan-bahan Gulai Kepala Ikan Kakap
  • Kepala ikan kakap (potong menjadi 2 bagian), 500 gr
  • Santan kelapa ( ½ butir kelapa), 750 ml
  • Kelapa (ukuran sedang, parut), 2 sdm
  • Serai (memarkan), 2 btg
  • Daun salam, 2 lbr
  • Daun pandan wangi, 1 lbr
  • Belimbing sayur (potong serong), 5 bh
  • Tomat (potong kasar), 2 bh
  • Cabai rawit merah, 10 bh
  • Air jeruk (dari perasan buah jeruk nipis), 50 ml
  • Air asam, 2 sdt
  • Minyak goreng, 3 sdm
  • Garam dapur, 1 sdt
Bumbu Halus Gulai Kepala Ikan Kakap
  • Bawang putih, 4 pcs
  • Bawang merah, 6 pcs
  • Cabai merah 3, bh
  • Kunyit (bakar), 1 cm
  • Garam dapur secukupnya
  • Gula pasir secukupnya
  • Jahe, ½ ruas jari
  • Cabai rawit, 5 bh
  • Ketumbar (sangrai), ½ sdt
  • Jintan (sangrai), ¼ sdt
  • Merica bubuk, 1 sdt
Cara Membuat Gulai Kepala Ikan Kakap
  1. Sebelum dimasak, terlebih dahulu rendam kepala ikan kakap dengan air jeruk nipis serta taburan garam, biarkan hingga setengah jam lamanya. Kemudian cuci bersih kepala ikan.
  2. Selanjutnya siapkan bumbu halus lalu tumis bersama dengan cabe rawit, daun salam, daun pandan, dan serai, aduk merata dan masak hingga tercium harum. Lalu siram tumisan dengan santan, aduk kembali dan masak sampai mendidih (tidak pecah).
  3. Kemudian tambahkan masakan di atas dengan kepala ikan kakap yang sudah dibersihkan tadi bersama dengan kelapa tumbu. Aduk sesekali dan masak dengan menggunakan api kecil sedang sampai maang.
  4. Terakhir, tambahkan air asam, tomat dan belimbing sayur pada masakan, aduk merata dan masak sampai bumbu meresap. Angkat.
  5. Sajikan masakan gulai kepala ikan kakap dalam mangkuk saji selagi hangat.



Brenebon

Sup Kacang Merah Brenebon

 

 

Bahan-bahan

  1. 500 gr Kacang merah kering
  2. 500 gr Daging sapi potong2 ukuran sedang
  3. 3 batang Daun Bawang potong agak panjang
  4. 5 batang Daun seledri biarkan utuh
  5. 1 buah bawang bombai dibelah 4
  6. Bumbu yang dihaluskan
  7. 6 siung bawang putih
  8. 1 sdt Merica
  9. 1 biji buah pala
  10. secukupnya garam dan penyedap

Langkah

  1. Rendam kacang merah kering dengan air panas selama kurang lebih 1 jam hingga kulitnya agak lunak
  2. Rebus kacang merah bersama daging, bumbu yang dihaluskan. Agar lebih cepat empuk dapat menggunakan panci presto, selama +/- 1jam
  3. Setalah kacang dan daging empuk, Beri daun bawang ,seledri dan Bawang bombai. Koreksi rasanya, masak hingga sayuran matang. Angkat dan sajikan hangat



Tim Ikan Peda

Tim Ikan Asin Peda Merah

 




Bahan:2 ekor ikan asin peda merah

Bumbu Iris:
 

3 bh tomat
3 bh cabai merah
5 bh bawang merah
3 siung bawang putih
2 btg daun bawang


Pelengkap:
 

15 mata petai
10 bh cabai rawit utuh
2 sdm gula pasir
3 sdm minyak goreng matang
¼ sdt penyedap rasa
3 cm lengkuas
2 lbr daun salam
1 btg serai
 

daun pisang untuk membungkus

Cara Membuat:
 

1. Campurkan semua bumbu iris, petai, cabai rawit dan gula pasir, minyak goreng, penyedap rasa, lengkuas, daun salam dan serai.
2. Masukkan sebagian bahan ke dalam pinggan tahan panas atau loyang yang dilapisi daun pisang. Tambahkan ikan asin, tutup lagi dengan sisa bumbu. Kukus selama 25 menit.




Resep Sop Iga Sapi Bakar Spesial

Resep dan Cara Membuat Sop Iga Sapi Bakar  Spesial

 


Bahan Utama yang Diperlukan:

  • 750 gram iga sapi (potong sesuai selera)
  • 2 cm lengkuas, memarkan
  • 1 sdm air jeruk lemon
  • 1 batang daun bawang, buat simpul
  • 2 lembar daun salam
  • 3 lembar daun jeruk, buang tulang daunnya
  • 1 tangkai seledri, buat simpul
  • 1 sendok makan kecap asin
  • 1.000 ml air

Bumbu yang Dihaluskan:

  • 1/2 sendok teh pala bubuk
  • 3 siung bawang putih
  • 2 cm jahe
  • 1/2 sendok teh black paper bubuk

Bahan Untuk Membuat Sup:

  • 150 gram wortel 9potong bulat)
  • 150 gram kentang (potong dadu)
  • 2 ons gram daging bagian sandung lamur (potong kecil)
  • 1 sendok makan garam
  • 1 1/4 sendok teh gula pasir
  • 1 sdt black paper, sangrai, tumbuk kasar
  • 1/2 sdm bawang putih goreng, remas-remas
  • 2 batang daun bawang (potong serong)
  • 5 buah jeruk limau
  • 1.500 ml air

Cara Membuat Iga Bakar:

  1. Langkah pertama yang bisa anda lakukan adalah dengan melumuri daging dan tulang iga dengan menggunakan air jeruk lemon, daun salam, saun jeruk, lengkuas dan bumbu halus.
  2. Kemudian tambahkan kecap asin dan aduk-aduk merata sambil diremas-remas agar daging terlumuri dengan bumbu. Kemudian diamkan selama 30 menit.
  3. Selanjutnya, presto iga bersama dengan campuran bumbu, daun bawang dan seledri hingga benar-benar menjadi empuk selama 40 menit kemudian ukur kaldu hingga kurang lebih sebanyak 750 ml.
  4. Kemudian bakar iga sambil diolesi dengan 1 sendok makan margarin yang telah dilelehkan hingga harum dan kecoklatan.

Cara Membuat Sup:

  1. Sekarang kita akan buat supnya. Rebus air, kaldu iga dan daging hingga empuk. Masukkan iga yang telah dibakar bersama dengan sayura dan masak hingga sayuran matang.
  2. Masukkan garam, gula dan merica hitam dan bawang putih goreng serta daun bawang dan masak hingga mendidih.
Angkat dan kemudian sajikan berikan perasan jeruk limau sewaktu menghidangkan untuk menambah rasa.



Sop Buntut Spesial

RESEP SOP BUNTUT SPESIAL

 

 
 
 
 
 
Bahan-bahan :
  • 800 gr Buntut Sapi (Potong,dipresto/direbus)
  • 2 Buah Wortel (Iris tebal)
  • 2 Buah Kentang (Iris dadu tebal)
  • 100 gr Buncis (Iris panjang 3cm)
  • 2 Batang Daun Bawang (Iris dadu)
  • 1 Batang Daun Seledri (Diikat)
  • 2 Buah Tomat (Iris 4 bagian)
  • 1 Liter Air Kaldu (kaldu rebusan buntut sapi,disaring)
  • 3 sdm Minyak Goreng

Bumbu Halus :

  • 5 Siung Bawang Putih
  • 6 Siung bawang Merah
  • Bumbu Pelengkap ::
  • 5 cm Kayu Manis
  • 4 Biji Cengkeh
  • 1 sdt Kaldu Bubuk
  • 1/3 sdt Pala Bubuk
  • 1/4 sdt Lada Bubuk
  • Garam Secukupnya
  • Gula Pasir Secukupnya

Bahan Pelengkap :

  • Irisan daun Seledri 
  • Bawang Merah Goreng
  • Jeruk Nipis
  • Sambal Kecap

Cara Membuat :

  1. Panaskan kaldu dan masukkan potongan buntut sapi..tunggu hingga setengah mendidih.
  2. Panaskan minyak, tumis bumbu halus hingga harum..kemudian masukkan ke dalam panci kuah kaldu..aduk rata.
  3. Masukkan irisan wortel, dan masukkan bumbu pelengkap..aduk rata, kemudian masukkan irisan kentang..masak hingga kentang setengah matang dan kemudian masukkan irisan buncis,daun bawang dan ikatan seledri..aduk rata,tes rasa dan terakhir masukkan irisan tomat, masak hingga mendidih matang.
  4. Siapkan mangkok,tuang sop buntut dan sayurannya,taburi irisan daun seledri,bawang goreng dan kucuran jeruk nipis,,jangan lupa sambal kecapnya yaa..



Bersedekahlah Dengan Ikhlas



KEHEBATAN SEDEKAH YANG IKHLAS





riwayatkan di dalam Sahih Bukhari bahawa seorang lelaki ingin bersedekah,dia mengumpulkan wang dan ingin mendapatkan Sedekah yang “sedekah sirr” pahala sedekah secara sembunyi-sembunyi, tidak di ketahui orang lain, dia pun mengumpulkan wang, lalu malam-malam dia menutup wajahnya dengan kain dia mencari orang yang berhak.



Lalu dia lihat ada seorang yang termenung di malam hari, diam saja, duduk saja, tidak bicara, sedang duduk saja di pinggir jalan,
“Ini orang yang tidak mampu, tengah malam masih belum tidur, masih duduk di sini”



Maka di lemparkannya wang itu pada orang itu dan dia pun pergi melarikan diri supaya orangnya tidak tahu dia yang memberi, maka keesokan harinya dia sudah gembira, sudah sedekah dengan sedekah sembunyi-sembunyi, esok harinya dapat khabar gempar kampung kerana seorang pencuri dapat harta di beri orang yang tidak di kenal, dia berkata :



Wahai Allah Bagi Mu segala puji, aku mahu sedekah sembunyi-sembunyi, ternyata yang ku beri pencuri, pencuri sedang menunggu kesempatan untuk mencuri, menanti waktu untuk mencuri, di kira dia seorang fakir miskin padahal ia pencuri,Dia berkata “berarti aku tidak akan berhenti, aku akan lanjut lagi”
Dia pun mengumpulkan wang lagi, sudah terkumpul dia keluar lagi di malam hari. 


Lantas ia melihat seorang tua bangka, yang berjalan tertatih-tatih dengan tongkatnya, perlahan-lahan jalannya tidak ada yang menemaninya, tidak ada yang mendampinginya,
“Ini pasti orang susah”



Dia lemparkan wang itu dalam sebuah kantong kepada orang tua itu dan dia pun lari pergi, keesokan harinya gempar orang terkaya di kampung itu, yang paling bakhil dapat sedekah sembunyi-sembunyi semalam, maka ia pun berkata : 


Wahai Allah Bagi Mu segala puji, aku jadi memberi orang yang paling kaya, yang paling bakhil, tidak berguna sedekahku, yang pertama di berikan pada pencuri yang ke dua ternyata salah beri juga, di berikan kepada orang yang kaya dan paling bakhil.


Dia masih belum putus asa, tapi ketiga kalinya dia ingin mencari wanita saja untuk diberikan sedekah, dia lihat
“Ini wanita sedang duduk, kelihatannya seperti orang yang berhajat”



Maka di berikan padanya harta itu dan keesokan harinya, gempar lagi kampung itu, seorang pelacur mendapatkan sedekah yang sembunyi-sembunyi, ia katakan
“Yaa Rabb sudah 3 kali, Wahai Allah sudah cukup ini, pencuri yang kuberi, yang kedua orang kaya paling bakhil yang ketiga pelacur, Ya Allah apa yang telah terjadi dengan pahala sedekahku".



Maka Allah subhanahu wata’ala tunjukan beberapa tahun kemudian, bahawa Allah subhanahu wata’ala membukakan kemuliaan dari wang halal yang dia berikan itu jauh lebih dari pada maksud yang dia kehendaki, dia inginkan beri kepada orang fakir miskin tapi Allah sampaikan wangnya pada pencuri, pencuri biasanya makan wang haram apakah dia terus mencuri, malam itu pencuri itu dapat wang halal darinya, kerana ia ingin sedekah sembunyi-sembunyi, harta yang halal juga mempengaruhi, maka pencuri itu mendapatkan itu dia bersyukur,
“Subhanallah, aku selama ini terus menerus mencuri sekarang Allah beri”



Dia pun bertaubat, tidak lama penyedekah pertama setelah sekian tahun dia dengar khabar ada seorang wali Allah yang wafat maka dia mendatangi jenazahnya,
“ini kalau tidak salah orang yang dulu aku beri sedekah dulu pencuri” dia berkata “ini orang asalnya dimana”



“Dulu pencuri dia, gara-gara dia dapat wang di tengah malam, di beri oleh seorang penyedekah yang tidak ia kenal dia taubat sampai dia menjadi Wali Allah subhanahu wata’ala”,



Dia berkata “Subhanallah” Allah disampaikan darjatnya menjadi Wali Allah dari harta orang ini kerana sedekahnya sembunyi-sembunyi dan ikhlas niatnya walaupun kepada pencuri.
Yang kedua maka dia pun berkata,



“Wahai Allah, selesai janjiku dari yang pertama yaitu pencuri lalu bagaimana dengan orang tua yang bakhil”
orang tua yang bakhil itu tidak berapa lama ia membina sebuah rumah untuk yatim dan anak-anak miskin, Kenapa ? kerana dia telah bertaubat. Dia ingat “Aku ini orang kaya diberi sedekah orang, kerana apa ? kaerana aku bakhil. ”



Akhirnya dia pun bertaubat kepada Allah, dia membina rumah. Sedekah dia wakafkan, pahalanya orang ini dapat pada penyedekah pertama, demikian hebatnya rahsia kemuliannya, dan dia pun berkata “Ya Allah, aku telah memahami yang kedua, lalu bagaimana dengan yang ketiga”



Tidak ada jawapan, sudah hampir 30 tahun, lalu dia mendengar dua orang ulama ternama , adik dan abang, kedua-duanya ulama yang soleh, dua-duanya pemuda, maka dia berkata
“Alangkah baiknya kedua pemuda ulama soleh ini adalah anakku, ingin sekali aku mengenali mereka”.



Tapi amat susah untuk berjumpa mereka kerana sentiasa di ikuti dan dikelilingi anak muridnya yang ramai, maka dia bertanya kepada orang “ Ini asalnya anak ini ulama ini dari mana ? dua pemuda ini”.
Dijawab “Ini dulu ibunya pelacur tapi oleh kerana diberi sedekah oleh seorang yang sedekah sembunyi-sembunyi, Taubat lantas kemudian dia pakai wang itu untuk menghantar dua anaknya ini untuk menjadi ulama, sampai sekarang menjadi ulama besar”.




Nasehat Untuk Anakku






WAHAI ANAKKU...
Sekalipun engkau belajar selama 100 tahun dan mengumpulkan 1000 kitab, kau tak akan mendapatkan rahmat Allah tanpa beramal.
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm [53]: 39)


“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi [18]: 110)

Anakku…
Selama tidak beramal, engkau pun tidak akan mendapatkan pahala. Ali Karramallahu wajhahu berkata, “Siapa yang mengira dirinya akan sampai pada tujuan tanpa sungguh-sungguh, maka ia hanyalah berangan-angan. Angan-angan adalah barang dagangan milik orang-orang bodoh.


Al-Hasan Al-Basri rahimahullah berkata, “Meminta surga tanpa berbuat amal termasuk perbuatan dosa.” Dalam sebuah khabar, Allah SWT berfirman, “Sungguh tak punya malu orang yang meminta surga tanpa berbuat amal.”

Rasulullah SAW bersabda, “Orang cerdas ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya dan berbuat untuk setelah kematian. Dan, orang bodoh adalah siapa yang menuruti hawa nafsunya dan selalu berangan-angan akan mendapatkan ampunan Allah.”


Begadang mata untuk kepentingan selain Wajah-Mu adalah sia-sia. Dan, tangis mereka untuk sesuatu yang hilang selain-Mu adalah kebatilan dan hiduplah sesukamu karena kau pasti akan mati juga.
Cintailah orang sesukamu sebab kau pasti akan berpisah dengannya, dan berbuatlah sesukamu karena sesungguhnya kau akan menuai ganjarannya.

Anakku, apa pun yang kau peroleh dari mengkaji ilmu kalam, debat, kedokteran, administrasi, syair, astrologi, arud, nahwu & sharf, jangan sampai kau sia-siakan umur untuk selain Sang Pemilik Keagungan.









Hidayah Hanyalah Milik Allah











Mengenai hal ini, perlu kita ketahui, hidayah atau petunjuk hanyalah milik Allah, bagaimana pun upaya kita untuk merubah seseorang, bagaimana pun kerja keras kita untuk menyadarkan seseorang, maka itu tidak ada artinya jika Allah tidak menghendaki hidayah kepadanya, orang tersebut tidak akan berubah sampai Allah memberikannya hidayah. Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al Qashash: 56).
Ibnu katsir mengatakan mengenai tafsir ayat ini, “Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang layak mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang tidak pantas mendapatkannya”.
Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin menerangkan, “Hidayah di sini maknanya adalah hidayah petunjuk dan taufik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan hidayah ini kepada orang yang pantas mendapatkannya, karena segala sesuatu yang dikaitkan dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka mesti mengikuti hikmah-Nya.”
Nabi Yang Mulia Sendiri Tidak Dapat Memberi Hidayah Taufik
Turunnya ayat ini berkenaan dengan cintanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pamannya Abu Tholib. Akan tetapi, segala cara dan upaya yang dilakukan beliau untuk mengajak pamannya kepada kebenaran, tidak sampai membuat pamannya menggenggam Islam sampai ajal menjemputnya. Seorang rosul yang kita tahu kedudukannya di sisi Allah saja tidak mampu untuk memberi hidayah kepada pamannya, apalagi kita yang keimanannya sangat jauh dibandingkan beliau.
Tidakkah kita melihat perjuangan Nabi Allah Nuh di dalam menegakkan tauhid kepada umatnya? Waktu yang mencapai 950 tahun tidak dapat menjadikan umat nabi Nuh mendapatkan hidayah Allah, bahkan untuk keturunannya sendiri pun ia tidak dapat menyelamatkannya dari adzab, Allah berfirman yang artinya“Dan Nuh memanggil anaknya yang berada di tempat yang jauh, ‘Wahai anakku! Naiklah bahtera ini bersama kami dan janganlah kamu bersama orang-orang kafir’. Dia berkata, ‘Aku akan berlindung ke gunung yang akan menghindarkanku dari air bah. Nuh berkata, ‘Hari ini tidak ada lagi yang bisa melindungi dari adzab Allah kecuali Dzat Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang pun menghalangi mereka berdua, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud:42-43)
Melihat anaknya yang tenggelam, Nabi Nuh berdoa (yang artinya),“Dan Nuh pun menyeru Rabbnya, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar, dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.’ Allah berfirman, ‘Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu (yang diselamatkan), sesungguhnya amalannya bukanlah amalan yang shalih. Maka janganlah engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya Aku peringatkan engkau agar jangan termasuk orang-orang yang jahil.” (QS. Hud: 45-46)
Contoh lainnya adalah apa yang dialami oleh Nabi Allah, Ibrohim. Berada ditengah-tengah orang-orang yang menyekutukan Allah, ia termasuk orang yang mendapat petunjuk. Allah dengan mudahnya memberikan hidayah kepada seseorang yang dikehendakinya, padahal tidak ada seorang pun yang mengajarkan dan menerangkan kebenaran kepadanya, Allah berfirman yang artinya “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan yang ada di langit dan di bumi, agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat bintang, lalu berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata, ‘Aku tidak suka pada yang tenggelam’. Kemudian ketika dia melihat bulan terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, ‘Sesungguhnya jika Rabbku tidak memberi petunjuk padaku, pasti aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku, ini lebih besar’. Tatkala matahari itu terbenam, dia pun berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan! Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya’.” (QS. Al-An’am: 75-79)
Dari hal ini, sangat jelaslah bagi kita, hidayah hanyalah milik Allah, dan Allah memberi hidayah kepada orang yang dikehendakinya. Barangsiapa yang Allah beri hidayah, tidak ada seorang pun yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang telah Allah sesatkan, tidak ada seorang pun yang bisa memberi hidayah kepadanya. Allah berfirman yang artinya “Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213) dan Allah berfirman yang artinya Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemberi petunjuk.” (QS. Az-zumar:23).
Cara Menggapai Hidayah
Setelah mengetahui hal ini, lantas bagaimana upaya kita untuk mendapatkan hidayah? Bagaimana caranya membuat orang lain mendapatkan hidayah?
Di antara sebab-sebab seseorang mendapatkan hidayah adalah:
1. Bertauhid
    Seseorang yang menginginkan hidayah Allah, maka ia harus terhindar dari kesyirikan, karena Allah tidaklah memberi hidayah kepada orang yang berbuat syirik. Allah berfirman yang artinya “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-an’am:82).
    2. Taubat kepada Allah
      Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang yang tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana mungkin Allah memberi hidayah kepada seseorang sedangkan ia tidak bertaubat? Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”.
      3. Belajar Agama
        Tanpa ilmu (agama), seseorang tidak mungkin akan mendapatkan hidayah Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya “Jika Allah menginginkan kebaikan (petunjuk) kepada seorang hamba, maka Allah akan memahamkannya agama” (HR Bukhori)
        4. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi hal yang dilarang.
          Kemaksiatan adalah sebab seseorang dijauhkan dari hidayah. Allah berfirman yang artinya “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An-nisa: 66-68).
          5. Membaca Al-qur’an, memahaminya mentadaburinya dan mengamalkannya.
            Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (QS. Al-Isra:9)
            6. Berpegang teguh kepada agama Allah
              Allah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali-Imron:101).
              7. Mengerjakan sholat.
                Di antara penyebab yang paling besar seseorang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang senantiasa menjaga sholatnya, Allah berfirman pada surat al-baqoroh yang artinya “Aliif laam miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya dan merupakan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
                Siapa mereka itu, dilanjutkan pada ayat setelahnya “yaitu mereka yang beriman kepada hal yang ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkah sebagian rizki yang diberikan kepadanya” (QS. Al-baqoroh:3).
                8. Berkumpul dengan orang-orang sholeh
                  Allah berfirman yang artinya “Katakanlah: “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): “Marilah ikuti kami.” Katakanlah:”Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am:72).
                  Ibnu katsir menafsiri ayat ini, “Ayat ini adalah permisalan yang Allah berikan kepada teman yang sholeh yang menyeru kepada hidayah Allah dan teman yang jelek yang menyeru kepada kesesatan, barangsiapa yang mengikuti hidayah, maka ia bersama teman-teman yang sholeh, dan barang siapa yang mengikuti kesesatan, maka ia bersama teman-teman yang jelek. “
                  Dengan mengetahui hal tersebut, marilah kita berupaya untuk mengerjakannya dan mengajak orang lain untuk melakukan sebab-sebab ini, semoga dengan jerih payah dan usaha kita dalam menjalankannya dan mendakwahkannya menjadi sebab kita mendapatkan hidayah Allah. Syaikh Abdullah Al-bukhori mengatakan dalam khutbah jum’atnya “Semakin seorang meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah, niscaya bertambah hidayah padanya. Seorang hamba akan senantiasa ditambah hidayahnya selama dia senantiasa menambah ketaqwaannya. Semakin dia bertaqwa, maka semakin bertambahlah hidayahnya, sebaliknya semakin ia mendapat hidayah/petunjuk, dia semakin menambah ketaqwaannya. Sehingga dia senantiasa ditambah hidayahnya selama ia menambah ketaqwaannya.”
                  Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita dan orang-orang yang ada disekeliling kita, aamiin. Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.


                  Sebab Datang dan Hilangnya Hidayah Allah





                  Dikarenakan inti dan hakikat hidayah adalah taufik dari Allah Ta'ala, sebagaimana pada penjelasan sebelumnya, maka berdoa dan memohon hidayah kepada Allah Ta'ala merupakan sebab yang paling utama untuk mendapatkan hidayah-Nya


                  Dikarenakan inti dan hakikat hidayah adalah taufik dari Allah Ta’ala, sebagaimana pada penjelasan sebelumnya, maka berdoa dan memohon hidayah kepada Allah Ta’ala merupakan sebab yang paling utama untuk mendapatkan hidayah-Nya. Dalam hadits Qudsi yang shahih, Allah Ta’ala berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua tersesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku akan berikan petunjuk kepada kalian1.
                  Oleh karena itu, Allah Ta’ala yang maha sempurna rahmat dan kebaikannya, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk selalu berdoa memohon hidayah taufik kepada-Nya, yaitu dalam surah Al Fatihah:
                  {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ}
                  Berikanlah kepada kami hidayah ke jalan yang lurus”.
                  Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Doa (dalam ayat ini) termasuk doa yang paling menyeluruh dan bermanfaat bagi manusia, oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk berdoa kepada-Nya dengan doa ini di setiap rakaat dalam shalatnya, karena kebutuhannya yang sangat besar terhadap hal tersebut”2.
                  Dalam banyak hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan kepada kita doa memohon hidayah kepada Allah Ta’ala. Misalnya doa yang dibaca dalam qunut shalat witir:
                  (( اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْت))
                  Ya Allah, berikanlah hidayah kepadaku di dalam golongan orang-orang yang Engkau berikan hidayah3.
                  Juga doa beliau Shallallahu’alaihi Wasallam:
                  (( اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى، وَالْعِفَّةَ وَالْغِنَى ))
                  Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, penjagaan diri (dari segala keburukan) dan kekayaan hati (selalu merasa cukup dengan pemberian-Mu)4.
                  Sebaliknya, keengganan atau ketidaksungguhan untuk berdoa kepada Allah Ta’ala memohon hidayah-Nya merupakan sebab besar yang menjadikan seorang manusia terhalangi dari hidayah-Nya.
                  Oleh karena itu, Allah Ta’ala sangat murka terhadap orang yang enggan berdoa dan memohon kepada-Nya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Sesungguhnya barangsiapa yang enggan untuk memohon kepada Allah maka Dia akan murka kepadanya5.
                  Hal-hal lain yang menjadi sebab datangnya hidayah Allah Ta’ala selain yang dijelaskan di atas adalah sebagai berikut:

                  1. Tidak bersandar kepada diri sendiri dalam melakukan semua kebaikan dan meninggalkan segala keburukan


                  Artinya selalu bergantung dan bersandar kepada Allah Ta’ala dalam segala sesuatu yang dilakukan atau ditinggalkan oleh seorang hamba, serta tidak bergantung kepada kemampuan diri sendiri.
                  Ini merupakan sebab utama untuk meraih taufik dari Allah Ta’ala yang merupakan hidayah yang sempurna, bahkan inilah makna taufik yang sesungguhnya sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama Ahlus sunnah.
                  Coba renungkan pemaparan Imam Ibnul Qayyim berikut ini: “Kunci pokok segala kebaikan adalah dengan kita mengetahui (meyakini) bahwa apa yang Allah kehendaki (pasti) akan terjadi dan apa yang Dia tidak kehendaki maka tidak akan terjadi. Karena pada saat itulah kita yakin bahwa semua kebaikan (amal shaleh yang kita lakukan) adalah termasuk nikmat Allah (karena Dia-lah yang memberi kemudahan kepada kita untuk bisa melakukannya), sehingga kita akan selalu mensyukuri nikmat tersebut dan bersungguh-sungguh merendahkan diri serta memohon kepada Allah agar Dia tidak memutuskan nikmat tersebut dari diri kita. Sebagaimana (kita yakin) bahwa semua keburukan (amal jelek yang kita lakukan) adalah karena hukuman dan berpalingnya Allah dari kita, sehingga kita akan memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah agar menghindarkan diri kita dari semua perbuatan buruk tersebut, dan agar Dia tidak menyandarkan (urusan) kita dalam melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan kepada diri kita sendiri.
                  Telah bersepakat Al ‘Aarifun (orang-orang yang memiliki pengetahuan yang dalam tentang Allah dan sifat-sifat-Nya) bahwa asal semua kebaikan adalah taufik dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, sebagaimana asal semua keburukan adalah khidzlaan (berpalingnya) Allah Ta’ala dari hamba-Nya. Mereka juga bersepakat bahwa (makna) taufik itu adalah dengan Allah tidak menyandarkan (urusan kebaikan/keburukan) kita kepada diri kita sendiri, dan (sebaliknya arti) al khidzlaan (berpalingnya Allah Ta’ala dari hamba) adalah dengan Allah membiarkan diri kita (bersandar) kepada diri kita sendiri (tidak bersandar kepada Allah Ta’ala)”6.
                  Inilah yang terungkap dalam doa yang diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “(Ya Allah), jadikanlah baik semua urusanku dan janganlah Engkau membiarkan diriku bersandar kepada diriku sendiri (meskipun cuma) sekejap mata”7.
                  Oleh karena inilah makna dan hakikat taufik, maka kunci untuk mendapatkannya adalah dengan selalu bersandar dan bergantung kepada Allah Ta’ala dalam meraihnya dan bukan bersandar kepada kemampuan diri sendiri.
                  Imam Ibnul Qayyim berkata: “Kalau semua kebaikan asalnya (dengan) taufik yang itu adanya di tangan Allah (semata) dan bukan di tangan manusia, maka kunci (untuk membuka pintu) taufik adalah (selalu) berdoa, menampakkan rasa butuh, sungguh-sungguh dalam bersandar, (selalu) berharap dan takut (kepada-Nya). Maka ketika Allah telah memberikan kunci (taufik) ini kepada seorang hamba, berarti Dia ingin membukakan (pintu taufik) kepadanya.Dan ketika Allah memalingkan kunci (taufik) ini dari seorang hamba, berarti pintu kebaikan (taufik) akan selalu tertutup baginya”8.

                  2. Selalu mengikuti dan berpegang teguh dengan agama Allah Ta’ala secara keseluruhan lahir dan batin


                  Allah Ta’ala berfirman:
                  {فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى}
                  Maka jika datang kepadamu (wahai manuia) petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, maka dia tidak akan tersesat dan tidak akan sengsara (dalam hidupnya)” (QS Thaahaa: 123).
                  Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa orang yang mengikuti dan berpegang teguh dengan petunjuk Allah Ta’ala yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya Ta’ala, dengan mengikuti semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, maka dia tidak akan tersesat dan sengsara di Dunia dan Akhirat, bahkan dia selalu mendapat bimbingan petunjuk-Nya, kebahagiaan dan ketentraman di Dunia dan Akhirat9.
                  Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
                  {وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ}
                  Dan orang-orang yang selalu mengikuti petunjuk (agama Allah Ta’ala) maka Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketaqwaannya” (QS Muhammad: 17).

                  3. Membaca al-Qur-an dan merenungkan kandungan maknanya

                  Allah Ta’ala berfirman:
                  {إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا}
                  Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS al-Israa’: 9).
                  Imam Ibnu Katsir berkata: “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memuji kitab-Nya yang mulia yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya Ta’ala, yaitu al-Qur-an, bahwa kitab ini memberikan petunjuk kepada jalan yang paling lurus dan jelas”10.
                  Maksudnya: yang paling lurus dalam tuntunan berkeyakinan, beramal dan bertingkah laku, maka orang yang selalu membaca dan mengikuti petunjuk al-Qur-an, dialah yang paling sempurna kebaikannya dan paling lurus petunjuknya dalam semua keadaannya11.

                  4.Mentaati dan meneladani sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam

                  Allah Ta’ala menamakan wahyu yang diturunkan-Nya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai al-huda (petunjuk) dan dinul haq (agama yang benar) dalam firman-Nya:
                  {هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا}
                  Dialah (Allah Ta’ala) yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama, dan cukuplah Allah sebagai saksi” (QS al-Fath: 28).
                  Para ulama Ahli Tafsir menafsirkan al-huda (petunjuk) dalam ayat ini dengan ilmu yang bermanfaat dan dinul haq (agama yang benar) dengan amal shaleh12.
                  Ini menunjukkan bahwa sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah sebaik-baik petunjuk yang akan selalu membimbing manusia untuk menetapi jalan yang lurus dalam ilmu dan amal.
                  Dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah kitab Allah (al-Qur-an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang diada-adakan (baru dalam agama)13.
                  Inilah makna firman Allah Ta’ala:
                  {لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا}
                  Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).

                  5. Mengikuti pemahaman dan pengamalan para Shahabat Radhiallahu’anhum dalam beragama

                  Allah Ta’ala berfirman:
                  {فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ}
                  Jika mereka beriman seperti keimanan yang kalian miliki, maka sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam perpecahan” (QS al-Baqarah: 137).
                  Ayat ini menunjukkan kewajiban mengikuti pemahaman para Shahabat Radhiallahu’anhum dalam keimanan, ibadah, akhlak dan semua perkara agama lainnya, karena inilah sebab untuk mendapatkan petunjuk dari Allah Ta’ala. Para Shahabat Radhiallahu’anhum adalah yang pertama kali masuk dalam makna ayat ini, karena merekalah orang-orang yang pertama kali memiliki keimanan yang sempurna setelah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam14.

                  6. Meneladani tingkah laku dan akhlak orang-orang yang shaleh sebelum kita

                  Allah Ta’ala berfirman:
                  {أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ}
                  Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka” (QS al-An’aam: 90).
                  Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan kepada Nabi Muhammad Ta’ala untuk meneladani petunjuk para Nabi ‘alaihimussalam yang diutus sebelum beliau Ta’ala, dan ini juga berlaku bagi umat Nabi Muhammad Ta’ala15.

                  7. Mengimani takdir Allah Ta’ala dengan benar


                  {مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
                  Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS at-Taghaabun:11).
                  Imam Ibnu Katsir berkata: “Makna ayat ini: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah, sehingga dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan yang lebih baik baginya”16.
                  8. Berlapang dada menerima keindahan Islam serta meyakini kebutuhan manusia lahir dan batin terhadap petunjuknya yang sempurna
                  Allah Ta’ala berfirman:
                  {فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ}
                  Barangsiapa yang Allah kehendaki untuk Allah berikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (menerima agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman” (QS al-An’aam: 125).
                  Ayat ini menunjukkan bahwa tanda kebaikan dan petunjuk Allah Ta’ala bagi seorang hamba adalah dengan Allah Ta’ala menjadikan dadanya lapang dan lega menerima Islam, maka hatinya akan diterangi cahaya iman, hidup dengan sinar keyakinan, sehingga jiwanya akan tentram, hatinya akan mencintai amal shaleh dan jiwanya akan senang mengamalkan ketaatan, bahkan merasakan kelezatannya dan tidak merasakannya sebagai beban yang memberatkan17.

                  9. Bersungguh-sungguh dalam menempuh jalan Allah Ta’ala dan selalu berusaha mengamalkan sebab-sebab yang mendatangkan dan meneguhkan hidayah Allah Ta’ala

                  Allah Ta’ala berfirman:
                  {وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ}
                  Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS al-‘Ankabuut: 69).
                  Imam Ibnu Qayyimil Jauziyah berkata: “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala menggandengkan hidayah (dari-Nya) dengan perjuangan dan kesungguhan (manusia), maka orang yang paling sempurna (mendapatkan) hidayah (dari Allah Ta’ala) adalah orang yang paling besar perjuangan dan kesungguhannya”18.
                  Demikianlah pemaparan ringkas tentang sebab-sebab datangnya hidayah Allah Ta’ala, dan tentu saja kebalikan dari hal-hal tersebut di atas itulah yang merupakan sebab-sebab hilangnya/tercabutnya hidayah Allah Ta’ala, semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari segala keburukan dan fitnah.

                  Penutup


                  Semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi kita semua untuk lebih semangat mengusahakn sebab-sebab datangnya hidayah dari Allah Ta’ala.
                  Akhirnya kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah Ta’ala dengan semua nama-Nya yang maha indah dan sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia Ta’ala senantiasa melimpahkan, menyempurnakan dan menjaga taufik-Nya kepada kita semua sampai kita berjumpa dengan-Nya di surga-Nya kelak, sesungguhnya Dia Ta’ala maha mendengar lagi maha mengabulkan doa.
                  وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
                  Catatan Kaki
                  1 HSR Muslim (no. 2577).
                  2 Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 39).
                  3 HR Abu Dawud (no. 1425), at-Tirmidzi (no. 464) dan an-Nasa-i (3/248), dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani.
                  4 HSR Muslim (no. 2721).
                  5 HR at-Tirmidzi (no. 3373) dan al-Hakim (1/667), dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani.
                  6 Kitab “Al Fawa-id” (hal. 133- cet. Muassasah ummil Qura, Mesir 1424 H).
                  7 HR an-Nasa-i (6/147) dan al-Hakim (no. 2000), dishahihkan oleh Imam al-Hakim, disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahihah” (1/449, no. 227).
                  8 Kitab “Al Fawa-id” (hal. 133- cet. Muassasah ummil Qura, Mesir 1424 H).
                  9 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 515).
                  10 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/39).
                  11 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 454).
                  12 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (4/209) dan “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 335).
                  13 HSR Muslim (no. 867).
                  14 Demikian makna penjelasan yang penulis pernah dengar dari salah seorang syaikh di kota Madinah, Arab Saudi.
                  15 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (2/208).
                  16 Tafsir Ibnu Katsir (8/137).
                  17 Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 272).
                  18 Kitab “al-Fawa-id” (hal. 59).



                  Electricity Lightning