Kisah Siti Masyitoh : Wanita Mulia Yang Makamnya Harum Semerbak
Sahabat kisah ini sudah hampir
dilupakan oleh kalangan ummat islam, anak-anak generasi muda saat ini
saya yakin mereka tidak pernah dengar kisah yang sangat memberikan
inspirasi besar dalam kehidupan, bagaimana keteguhan dan keyakinannya
menjadikan ia wanita yang mulia disisi Allah SWT. Siapa wanita mulia
tersebut dialah Siti Masyitoh yang
hidup pada zaman Fir’aun dan sekaligus menjadi pembantu mengurus
anak-anaknya Fir’aun. Kisah ini saya dapatkan dari guru-guru saya pada
saat duduk dibangku Madrasah Tsanawiyah.Berikut Kisahnya
***
“Apa, di dalam kerajaanku sendiri ada pengikut Musa?” Teriak Fir’aun
dengan amarah yang membara setelah mendengar cerita putrinya perihal
keimanan Siti Masyitoh. Hal ini bermula ketika suatu hari Siti Masyitoh
sedang menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh,
seketika Siti Masyitoh mengucap Astagfirullah. Sehingga terbongkarlah
keimanan Siti Masyitoh yang selama ini disembunyikannya.
“Baru saja aku menerima laporan dari Hamman, mentriku, bahwa pengikut
Musa terus bertambah setiap hari. Kini pelayanku sendiri ada yang
berani memeluk agama yang dibawa Musa. Kurang ajar si Masyitoh itu,”
umpat Fir’aun.
“Panggil Masyitoh kemari,” perintah Fir’aun pada pengawalnya. Masyitoh datang menghadap Fir’aun dengan tenang. Tidak ada secuil pun perasaan takut di hatinya. Ia yakin Allah senantiasa menyertainya.
“Masyitoh, apakah benar kamu telah memeluk agama yang dibawa Musa?”. Tanya Fir’aun pada Masyitoh dengan amarah yang semakin meledak.
“Benar,” jawab Masyitoh mantap.
“Kamu tahu akibatnya? Kamu sekeluarga akan saya bunuh,” bentak Fir’aun, telunjuknya mengarah pada Siti Masyitoh.
“Saya memutuskan untuk memeluk agama Allah, maka saya telah siap pula menanggung segala akibatnya.”
“Masyitoh, apa kamu sudah gila! Kamu tidak sayang dengan nyawamu, suamimu, dan anak-anakmu.”
“Lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.”
Melihat sikap Masyitoh yang tetap teguh memegang keimanannya, Fir’aun
memerintahkan kepada para pengawalnya agar menghadapkan semua keluarga
Masyitoh kepadanya.
“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi.
Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah kamu tidak kasihan padanya.”
“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi.
Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah kamu tidak kasihan padanya.”
Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Fir’aun, Siti Masyitoh
sempat bimbang. Tidak ada yang dikhawatirkannya dengan dirinya, suami,
dan anak-anaknya yang lain, selain anak bungsunya yang masih bayi.
Naluri keibuannnya muncul. Ditatapnya bayi mungil dalam gendongannya.
“Yakinlah Masyitoh, Allah pasti menyertaimu.” Sisi batinnya yang lain
mengucap.
Ketika itu, terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu
berbicara kepada ibunya, “Ibu, janganlah engkau bimbang. Yakinlah dengan
janji Allah.” Melihat bayinya dapat berkata-kata dengan fasih, menjadi
teguhlah iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa
Allah tidak meninggalkannya.
Allah pun membuktikan janji-Nya pada hamba-hamba-Nya yang memegang
teguh (istiqamah) keimanannya.
Ketika Siti Masyitoh dan keluarganya
dilemparkan satu persatu pada belanga itu, Allah telah terlebih dahulu
mencabut nyawa mereka, sehingga tidak merasakan panasnya air dalam
belanga itu.
Demikianlah kisah seorang wanita shalihah bernama Siti Masyitoh, yang
tetap teguh memegang keimanannya walaupun dihadapkan pada bahaya yang
akan merenggut nyawanya dan keluarganya.
Ketika Nabi Muhammad Saw. isra dari Masjidil Haram di Mekkah ke
Masjidil Aqsa di Palestina, beliau mencium aroma wangi yang berasal dari
sebuah kuburan. “Kuburan siapa itu, Jibril?” tanya baginda Nabi.
“Itu adalah kuburan seorang wanita shalihah yang bernama Siti Masyitoh,” jawab Jibril.
Baca juga : Hikmah Dibalik Musibah
“Itu adalah kuburan seorang wanita shalihah yang bernama Siti Masyitoh,” jawab Jibril.
Baca juga : Hikmah Dibalik Musibah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar