Kamis, 15 September 2016

HUKUM BELAJAR AGAMA TANPA GURU


Tepatkah Belajar Agama Tanpa Guru? 

 


 

 

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam Kitabul ‘Ilmi menjelaskan bahwa seseorang penuntut ilmu hendaknya memiliki guru dan tidak membiarkan dirinya belajar sendiri


Mempelajari agama Islam merupakan kewajiban bagi setiap pemeluknya. Dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah telah banyak menunjukkan tentang wajibnya ibadah yang satu ini. 

Hari ini setiap orang yang ingin mempelajari Islam dapat dengan mudah melakukannya. Kemajuan dunia teknologi dan berkembangnya dunia tulis-menulis khususnya buku-buku agama Islam membuat setiap orang bisa kapan saja dan dimana saja mempelajari agamanya. 

Akan tetapi ada satu hal yang perlu diperhatikan belakangan ini, beberapa orang merasa cukup untuk belajar dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang beredar di berbagai media, tanpa perlu bimbingan seorang guru. Apakah hal ini tepat bagi seorang muslim dalam mempelajari agama-Nya, khususnya para penuntut ilmu ? Simak paparan berikut ini.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam Kitabul ‘Ilmi menjelaskan bahwa seseorang penuntut ilmu hendaknya memiliki guru dan tidak membiarkan dirinya belajar sendiri tanpa bimbingan. Seseorang yang memiliki guru akan memperoleh beberapa manfaat, diantaranya:
  1. Menemukan metode yang mudah dalam belajar. Dia tidak perlu bersusah payah memahami sebuah kitab untuk melihat apa pendapat yang paling kuat dan apa sebabnya, demikian pula apa pendapat-pendapat yang lemah dan alasannya. Ketika seseorang memiliki guru, maka guru itu yang akan mengajarinya dengan metode yang lebih mudah. Guru itu akan menjelaskan perbedaan pendapat di kalangan ahli ilmu, manakah pendapat yang terkuat beserta dalil-dalilnya. Tidak diragukan lagi, hal ini sangat bermanfaat bagi penuntut ilmu.
  2. Lebih cepat paham. Seorang penuntut ilmu jika membaca di hadapan gurunya akan lebih cepat mengerti dibandingkan jika mempelajari sendiri. Jika dia hanya membaca seorang diri, boleh jadi ia akan menemukan istilah-istilah baru yang sulit untuk dipahami dan membutuhkan usaha serta pengulangan yang memakan waktu dan tenaga. Bahkan bisa jadi dia jatuh dalam kesalahan saat memahaminya
  3. Adanya hubungan yang terjalin antara penuntut ilmu dan para ulama. Maka dari itu membaca sebuah buku di hadapan para ulama lebih bermanfat dan lebih utama daripada membacanya sendiri.
Di kesempatan lain, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ditanya tentang sebuah ungkapan yang berbunyi :

مَنْ كَانَ شَيْخُهُ كِتَابَهُ فَخَطَئُهُ أَكْثَرْ مِنْ صَوَابِهِ

Barangsiapa yang gurunya adalah bukunya, maka kesalahannya lebih banyak daripada benarnya”.

Syaikh mengatakan bahwa perkataan ini tidaklah benar maupun salah secara mutlak. Akan tetapi seseorang yang belajar dari sebuah buku dan orang-orang yang dikenal dengan ilmunya serta dapat dipercaya dalam menyampaikan ilmunya secara bersamaan maka hal ini dapat meminimalisir kesalahan yang terjadi. Wallahu A’lam.


HUKUM BELAJAR AGAMA TANPA GURU

 
 
 
Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah mengomentari perkataan tersebut sebagai berikut :
 
أمَّا قولُهم: "مَن لا شيخَ له؛ فشيخُه الشيطان"؛ فهذا باطل، ما له أصل، وليس بحديث. وليس لك أن تتَّبع طرق الشيخ إذا كان مخالفاً للشرع، بل عليك أن تتبع الرَّسول -صلَّى الله عليه وسلَّم- وأصحابَه -رضي الله عنهم وأرضاهم- ومَن تَبِعهم بإحسان، في صلاتك، وفي دعائك، وفي سائر أحوالك. يقول الله -جلَّ وعلا-: {لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ}[الأحزاب: 21]. ويقول -سبحانه وتعالى-: {وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ..} الآية [التوبة: 100]. فأنت عليك أن تتبعهم بإحسان باتِّباع الشَّرع الذي جاء به النَّبيُّ -صلى الله عليه وسلَّم- والتَّأسِّي بهم في ذلك وعدم البدعة التي أحدثها الصوفية وغير الصوفية. والله المستعان

 
“Adapun perkataan mereka (yaitu Asy-Syaikh Ibnu Baaz) :
 
barangsiapa yang tidak punya guru (syaikh), maka gurunya adalah setan’; maka perkataan ini adalah bathil. Tidak ada asalnya. Bukan pula hadits. Tidak boleh bagimu untuk mengikuti jalan seorang syaikh apabila ia menyelisihi syari’at. Bahkan wajib bagimu untuk mengikuti Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para shahabatnya radliyallaahu ‘anhum, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dalam shalatmu, doamu, dan seluruh keadaanmu. 
 
Allah ‘azza wa jalla berfirman : 
 
‘Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu’ (QS. Al-Ahzaab : 21). 
 
Allah subhaanahu wa ta’ala juga berfirman : 
 
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik’ (QS. At-Taubah : 100). 
 
Maka wajib bagimu untuk mengikuti mereka dengan baik, dengan mengikuti syari’at yang dibawa oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam; serta mencontoh mereka dalam hal tersebut. Juga wajib bagimu untuk tidak berbuat bid’ah yang diada-adakan oleh Shuufiyyah dan non-Shuufiyyah.  
 
Wallaahul-musta’aan





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Electricity Lightning