Kamis, 04 Agustus 2016

TAQDIR, QADHA DAN QADAR



A. Munculnya istilah qadha dan qadar
  • Pembahasan (diskusi) tentang qadha dan qadar tidak pernah muncul sebelumnya, di masa rasulullah SAW dan para sahabat. Pembahasan ini baru muncul sekitar awal abad ke-2 Hijriah ketika kaum muslimin mulai bersentuhan dengan filsafat Yunani. Yang vmelakukan banyak diskusi atau perdebatan dengan filsuf-filsuf asing (untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan filsafat), dan akhirnya malah terjebak di dalam pemikiran filsafat itu sendiri.
  • Salah satu pemikiran yang terpengaruh oleh filsafat adalah tentang qadha dan qadar, sehingga memunculkan istilah “qadha dan qadar”. Pembahasan tentang “Qadha dan qadar “ yang muncul sudah tidak berlandaskan kepada Al Quran dan sunnah lagi, karena Al Quran dan Sunnah tidak pernah menggunakan istilah “Qadha dan qadar” secara bersamaan, melainkan secara terpisah. Kadang al quran dan sunnah menggunakan istilah Qadha, kadang menggunakan qadar, yang makna katanya kurang lebih sama yaitu: menetapkan/ menentukan/ ketetapan/ ketentuan. Meskipun ada hadits yang juga pernah menggunakan istilah qadha dan sekaligus qadar, tetapi maknanya di sini tetaplah ketetapan Allah. Sementara para pemikir Islam yang terpengaruh filsafat (mutakallimin) ini membahas istilah qadha dan qadar dari sudut pandang manusia, dengan mengutamakan akal manusia (logika mantik) sebagai landasan berpikirnya.
B. Permasalahan yang timbul menyangkut qadha dan qadar

Masalah “qodlo’ dan qodar” muncul sekitar abad IV Hijriyah. Masalah mulai muncul ketika banyak ulama’ yang menerjemahkan buku-buku filsafat yunani ke dalam bahasa arab. Kemudian ulama’ tertantang untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam kajian filsafat yunani tersebut. Bahkan masalah tersebut pernah menjadi bahasan di kalangan pendeta nasrani tapi gagal untuk menyelesaikannya.

Masalah atau pertanyaan yang menyangkut istilah qadha dan qadar, diantaranya
  • Jika manusia menulis, kemampuan menulis itu atas kehendak siapa?
    Kehendak Tuhan atau kehendak manusia?]
  • Jika manusia sholat, itu atas kehendak siapa?
    Kehendak Allah atau kehendak manusia?
  • Jika manusia shodaqah, itu kehendak siapa?
    Kehendak Allah atau kehendak manusia?
  • Jika manusia mencuri, itu kehendak siapa?
    Kehendak Allah atau kehendak manusia?
  • Jika manusia berzina, itu kehendak siapa?
    Kehendak Allah atau kehendak manusia?
Konsekuensi jawaban yang muncul dari permasalahan di atas adalah:

a. Jika jawabannya adalah: itu semua kehendak Allah!
  • Mengapa Allah menghendaki, ada manusia yang “dipaksa” untuk berbuat baik?
  • Mengapa ada manusia yang “dipaksa” untuk berbuat jahat?
  • Dimana keadilan Allah?
  • Mengapa kalau manusia “dipaksa” berbuat jahat, ketika di akherat harus disiksa di dalam neraka?
  • Apakah Allah itu dzalim?
  • Subhanallah, apakah demikian?
b. Jika sebaliknya, Itu semua adalah kehendak manusia!
  • Berarti manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat.
  • Jika manusia memiliki “lingkaran kebebasan” berbuat, maka kehendak Allah itu terbatas.
  • Berarti Allah tidak akan mengetahui apa yang akan diperbuat manusia, apakah dia akan pulang ke rumah atau terus pergi ke kantor?
  • Berarti, Allah juga belum mengetahui, apakah seorang manusia itu akan masuk surga atau akan masuk neraka nantinya.
  • Berarti, Iradah (kehendak) Allah itu terbatas, termasuk Ilmu Allah itu juga terbatas?
  • Subhanallah, apakah demikian?
c. Jika tidak kedua jawaban diatas, maka
  • Berarti Allah Maha Berilmu, Allah Maha Mengetahui apa yang sudah terjadi, sedang terjadi maupun yang belum terjadi, termasuk yang lahir maupun yang batin.
  • Berarti Allah pasti sudah mengetahui, apa yang belum dilakukan manusia, apakah nantinya akan menjadi baik atau akan menjadi jahat?
  • Termasuk, Allah juga mengetahui secara pasti, manusia itu besok akan masuk surga atau masuk neraka.
  • Jika Allah sudah tahu pasti, untuk apa sekarang manusia harus rajin beribadah? Harus rajin sholat? Harus rajin berdoa agar besuk dimasukkan ke dalam surga?
  • Tidak ada gunanya! Karena Allah sudah tahu pasti surga dan nerakanya orang tersebut.
  • Subhanallah, apakah demikian?
Masalah yang menyangkut qadha dan qadar terus berkembang, seperti:
  • Menyangkut masalah hidayah…
    Apakah hidayah itu kehendak Allah atau atas hasil usaha manusia?
  • Masalah tawakkal…
    Apakah manusia harus berpasrah secara total kepada Allah, ataukah manusia harus senantiasa berusaha?
  • Masalah rejeki…
    Apakah rejeki itu ketentuan Allah ataukah dari hasil usaha manusia?
  • Masalah Ajal…
    Apakah ajal itu ketetapan Allah, ataukah tergantung dari usaha manusia?
  • Masalah doa…
    Apakah do’a bisa mengubah ketentuan Allah ataukan tidak?
  • Dan masih banyak masalah lainnya.
Di kalangan Ummat Islam, permasalahan qadha dan qadar telah memainkan peranan penting dalam mazhab-mazhab islam terdahulu. Sejarah mencatat, ummat Islam akhirnya terbelah menjadi 2 kelompok ekstrim.

a. Kelompok pertama diwakili oleh golongan mu’tazilah dan qodariyah.

Kelompok ini memahami bahwa manusia itu memiliki kebebasan berkehendak. Manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan perbuatannya, sebab ia sendiri yang menciptakannya.


b. Kelompok kedua diwakili golongan jabariyah.

Kelompok ini memahami bahwa manusia itu tidak memiliki kebebasan, semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah. Jadi Allah menciptakan manusia beserta perbuatannya. Manusia “ dipaksa “ melakukan perbuatannya dan tidak bebas memilih, yang diibaratkan seperti bulu yang diterbangkan angin kemana saja.


Kemudian pertanyaannya “Manakah kelompok yang benar?

Sebelum membahas lebih dalam tentang qadha dan qadar, kita perlu terlebih dulu mengetahui dalil- dalil yang berhubungan dengan qadha dan qadar.


Dalil- dalil tentang qadha dan qadar

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ كِتَٰبًا مُّؤَجَّلًا ۗ وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ ٱلدُّنْيَا نُؤْتِهِۦ مِنْهَا وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ ٱلْءَاخِرَةِ نُؤْتِهِۦ مِنْهَا ۚ وَسَنَجْزِى ٱلشَّٰكِرِينَ “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya” (QS. Ali Imran: 145)
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُون “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”. (QS. Al-A’raf: 34)
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadiid: 22)
قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَىٰنَا ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ “Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal.“ (QS. At-taubah: 51)
لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِى ٱلْأَرْضِ وَلَآ أَصْغَرُ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكْبَرُ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ “Tidak ada tersembunyi daripada-Nya seberat zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Saba’: 3).
وَهُوَ ٱلَّذِى يَتَوَفَّىٰكُم بِٱلَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُم بِٱلنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَىٰٓ أَجَلٌ مُّسَمًّى ۖ ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ “Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan”. (QS. Al-an’am: 60).

Apabila kita meneliti secara mendalam masalah qadha dan qadar, akan kita dapati bahwa ketelitian pembahasannya menuntut kita untuk mengetahui terlebih dahulu dasar pembahasan masalah ini. Ternyata inti sesungguhnya masalah qadha dan qadar itu bukan / tidak menyangkut 4 hal:

1. Perbuatan manusia, dilihat dari apakah diciptakan Allah atau diciptakan manusia?
2. Iradah Allah, apakah meliputi seluruh kejadian atau tidak?.
Sementara Iradah Allah dianggap berhubungan dengan perbuatan manusia, sehingga suatu perbuatan harus terjadi karena adanya Iradah tadi.
3. Ilmu Allah, apakah sudah mengetahui sebelum, selama dan sesudah kejadian atau tidak?. Dilihat dari kenyataan bahwa Allah SWT mengetahui apa yang akan dilakukan oleh hambanya, Ilmu Allah itu meliputi segala perbuatan hamba.
4. Kitab Lauhul Mahfudz, apakah sudah mencatat semua kejadian dan tidak mungkin dirubah atau tidak?. Yang tidak boleh tidak ia harus melakukannya sesuai dengan apa yang tertulis didalamnya.
Hal- hal di atas bukan menjadi dasar pembahasan qadha dan qadar, sebab tidak ada hubungannya dilihat dari segi pahala dan siksa. Dengan kata lain, tidak berkaitan dengan pertanyaan- pertanyaan:
  • Apakah manusia dipaksa melakukan perbuatan baik dan buruk ataukah diberi kebebasan memilih?, atau
  • Apakah manusia diberi pilihan melakukan suatu pekerjaan atau meninggalkannya, atau sama sekali tidak diberi hak memilih?
qadar 1a
Kita bisa lihat bahwa perbuatan manusia tidak dipengaruhi oleh bebas ataupun terpaksa manusia untuk melakukan/berbuat:
  • Apakah manusia bebas berbuat (pemahaman golongan mu’tazilah) ?. Ternyata kita tidak bebas berbuat, buktinya tidak bisa mengendalikan detak jantung kita sendiri.
  • Apakah manusia terpaksa ( pemahaman golongan jabariyah) ?. Kenyataannya ada pilihan yang diberikan kepada manusia. Jika berbuat baik diberi pahala dan jika buruk akan mendapat siksa.
Pembahasan qadha Allah SWT

Apabila kita mengamati seluruh perbuatan manusia, akan kita jumpai bahwa fakta perbuatan manusia itu berada dalam 2 area:
  •  Area yang dikuasai manusia, yang berada di bawah kekuasaan manusia dan semua perbuatan/kejadian yang muncul berada dalam lingkup pilihannya sendiri. Dalam area ini, perbuatan manusia akan dihisab oleh Allah SWT. Apabila sesuai syariat, akan mendapatkan pahala dan jika melanggar syariat Allah maka akan mendapat siksa.
  • Area yang menguasai manusia, yang di dalamnya tidak ada campur tangan manusia sedikitpun, baik perbuatan/ kejadian itu berasal dari manusia atau yang menimpanya. Yang kejadian- kejadian di dalam area ini dibagi menjadi:
Terikat / ditentukan oleh nizhamul wujud – sunnatullah. Semua kejadian pada bagian ini muncul tanpa kehendak manusia. Ia terpaksa diatur dan tidak bebas memilih. Misalnya: manusia datang dan meninggalkan dunia ini tanpa kemauannya. Ia tidak dapat menciptakan warna biji matanya, bentuk kepala dan tubuhnya.

Di luar/ tidak ditentukan oleh nizhamul wujud. Semua kejadian atau perbuatan yang berasal dari manusia atau yang menimpanya, yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk menolak. Misalnya: Orang yang menembak burung tapi secara tidak sengaja mengenai seseorang hingga mati.

Jadi segala kejadian yang terjadi pada area yang menguasai manusia inilah yang dinamakan Qadha (keputusan Allah). Oleh karena itu, manusia tidak dihisab atau dimintai pertanggungjawaban atas kejadian ini, betapapun besar manfaat /kerugiannya; disukai/dibenci; baik/buruk menurut tafsiran manusia. Manusia tidak tahu-menahu tentang hakekat dan asal muasal kejadian serta sama sekali tidak mampu menolak atau mendatangkannya. Manusia hanya diwajibkan untuk beriman akan adanya qadha yang hanya berasal dari Allah SWT.
Pembahasan qadar

Semua perbuatan, baik yang berada di area yang menguasai manusia ataupun yang dikuasai manusia, semuanya terjadi dari benda menimpa benda- berupa unsur alam semesta, manusia maupun kehidupan. Allah SWT telah menciptakan khasiyat tertentu pada benda-benda termasuk pada manusia.

 Setiap benda mempunyai khasiyat yang bersifat baku sesuai dengan nizhamul wujud/sunnatullah yang tidak bisa dilanggar lagi. Misalnya: api diciptakan berkhasiyat membakar, pisau terdapat khasiyat memotong, dll. Khasiyat yang ada pada benda tersebut bebas digunakan manusia, dan nantinya akan dihisab Allah. Bila digunakan sesuai syariat maka akan mendapatkan pahala, namun jika melanggar syariat maka akan mendapat siksa.

Apabila suatu waktu khasiyat ini melanggar nizhamul wujud, maka itu karena Allah mencabut khasiyat tersebut. Hal ini terjadi diluar kebiasaan dan hanya terjadi pada para nabi (mukjizat)

♦ Allah SWT menciptakan pada diri manusia berupa gharizah (naluri/instink) dan kebutuhan jasmani. Yang pada keduanya diberikan khasiyat-khasiyat tertentu. Misalnya: Pada naluri mempertahankan dan melestarikan keturunan (gharizatun nau’) diciptakan khasiyat dorongan seksual. Dalam kebutuhan jasmani diciptakan khasiyat seperti lapar, haus dsb.

♦ Pada mata memiliki khasiyat melihat, telinga memiliki khasiyat mendengar, kaki memiliki khasiyat berjalan,dsb. Allah SWT juga menciptakan akal manusia yang juga terdapat khasiyat di dalamnya.
♦ Seluruh khasiyat yang diciptakan Allah SWT, baik yang terdapat pada benda maupun pada manusia termasuk naluri dan kebutuhan jasmani itulah yang dinamakan qadar. Sebab Allah lah yang menciptakan benda dan manusia, kemudian menetapkan khasiyat-khasiyat di dalamnya. Dan manusia tidak memiliki andil atau pengaruh di dalamnya. Qadar berada pada area yang menguasai manusia, sehingga tidak dihisab oleh Allah SWT. Manusia hanya wajib mengimani akan adanya qadar.
♦ Dalam area yang dikuasai manusia, terjadi peristiwa dan perbuatan yang berasal dari manusia atau menimpanya karena kehendaknya sendiri. Manusia memiliki kehendak bebas dalam menggunakan khasiyat tersebut. Misalnya ia berjalan, makan, minum dan bepergian, kapan saja sesuka hatinya. Ia membakar dengan api ,memotong dengan pisau, sesuai kehendaknya. Begitu pula ia memuaskan keinginan seksualnya atau keinginan perutnya sesuai dengan kemauannya. Ia bisa melakukannya atau tidak dengan sukarela.
♦ Khasiyat-khasiyat ini memiliki qabiliyah (potensi) yang dapat digunakan dalam bentuk amal kebaikan (sesuai syariat) maupun kejahatan (melanggar syariat) yang kemudian akan dihisab. Dan Allah menciptakan akal yang memiliki kemampuan memahami dan mempertimbangkan. Oleh karena itu, Allah SWT telah menunjukkan kepada manusia jalan yang baik dan yang buruk. Allah SWT berfiman dalam surat Al-Balad ayat 10 وَهَدَيْنَٰهُ ٱلنَّجْدَيْنِ
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS: Al-Balad Ayat: 10)
♦ Allah jadikan, di dalam akal kemampuan untuk menimbang-nimbang, mana perbuatan maksiyat dan mana yang baik (taqwa), sebagaimana firman-Nya: فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا o وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّىٰهَا “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS: Asy-Syams Ayat: 7- 8)
Selanjutnya, bagaimana kita harus mengaitkan dua kehendak?
  • Bagaimana kita dapat mengaitkan antara kehendak Allah dengan kehendak manusia?. Iradah Allah (kehendak Allah) memang meliputi segala sesuatu, termasuk terhadap kehendak manusia.
  • Bagaimana kehendak Allah terhadap kehendak manusia?. Ternyata, Allah telah berkehendak kepada manusia untuk memiliki kehendak bebas.
  • Sehingga, ketika akal manusia memiliki kemampuan untuk bebas memilih perbuatannya, itu adalah kehendak Allah juga. “Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ? “ (QS. Yunus: ayat 99)
C. Sifat-sifat Allah SWT

Sifat-sifat Allah, bahwa iradah dan masyiah Allah (Allah Maha Berkehendak dan Maha melakukan apa yang dikehendaki-Nya), adanya lauhul mahfudz, kita mengimani semua itu sepenuhnya. Bahwa setiap kejadian dari yang paling kecil sampai yang paling besar semua itu sesuai dengan iradah dan masyiah Allah, serta sudah tercatat di dalam lauhul mahfudz. Akan tetapi, kita tidak mengetahui apa yang tertulis di sana sebelum peristiwa itu terjadi.
Oleh karena itu, kita tidak perlu memikirkan apa yang telah ditulis oleh Allah tentang qadha kita, karena kita tidak mampu menjangkau sifat-sifat Allah dan juga pekerjaan Allah. Yang perlu kita pikirkan adalah masalah perbuatan kita, mana yang akan dihisab dan mana yang tidak.


D. Konsekwensi Memahami konsep Qadha & Qadar

Sehingga dengan pemahaman seperti ini, seorang muslim akan senantiasa bersikap optimis dan juga berhati-hati dalam setiap perbuatannya, karena setiap perbuatan tersebut akan dihisab. Prinsip sikap seorang mukmin terhadap qadhanya adalah syukur atau sabar, dua-dua nya adalah kebaikan (al-hadits).

Contoh kasus untuk memudahkan memahami qadha dan qadar

Kasus manusia bunuh diri dengan menusukkan pisau sampai mati, bagaimana hal itu dapat dijelaskan? Untuk menjelaskan kasus tersebut harus diuraikan kejadian demi kejadian:
1. Mengapa dia bunuh diri?
2. Karena diputus cinta oleh pacarnya, sehingga hatinya sangat pedih.
3. Diputus cinta  qadha Allah  tidak dihisab oleh Allah.
4. Hatinya bisa mengalami kepedihan  Qadar Allah  tidak dihisab oleh Allah.
5. Ketika hatinya pedih, dia memiliki kebebasan untuk memilih: apakah akan bertaubat atau akan bunuh diri.
6. Dia ternyata memilih untuk bunuh diri  dihisab oleh Allah.
7. Dengan apa dia akan bunuh diri?
8. Dia memiliki kebebasan untuk memilih: apakah minum racun atau menusukkan pisau.
9. Racun dan pisau memiliki khasiyat  Qadar Allah  tidak dihisab.
10. Ternyata dia memilih pisau  dihisab oleh Allah.
11. Pisau memiliki khasiyat merusak tubuh manusia  Qadar Allah tidak dihisab.
12. Dia memahami bahwa menusukkan pisau bisa mematikan dirinya  dihisab oleh Allah.
13. Ketika pisau menghunjam ke dalam dirinya dia mati  Qadha Allah  tidak dihisab.

Kesimpulan: karena dia mati dengan proses seperti di atas: dia dihisab sebagai orang yang melakukan bunuh diri → perbuatan dosa → akan disiksa dalam neraka. Na’udzubillahi min dzalik!

E. Kesimpulan / penutup

Pembahasan yang benar dalam masalah qadha dan qadar akan menjadikan kita mampu menempatkan diri secara tepat. Bahwa qadha dan qadar adalah perbuatan hamba yang terdapat di dalam lingkaran yang menguasainya dan seluruh khasiyat yang ditimbulkan pada sesuatu. Dan terhadap kejadian-kejadian yang menimpa kita, harus kita imani bahwa itu adalah ketentuan Allah. Jika kejadiannya menyenangkan, harus kita syukuri. Jika kejadiannya menyusahkan, kita harus bersabar. Semuanya harus kita kembalikan kepada Allah SWT. “Sungguh menakjubkan perkara seorang muslim, sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik. Dan hal ini tidak terjadi pada seseorang kecuali pada diri seorang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur dan itu baik baginya. Apabila ia mendapat kesusahan ia bersabar dan itupun baik baginya.” (H.R. Muslim diriwayatkan dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan).
Adapun seluruh perbuatan berada dalam lingkaran yang dikuasai manusia merupakan area yang di dalamnya manusia diberikan kebebasan/pilihan (ikhtiar) dalam melakukan perbuatannya. Tentunya dengan menggunakan khasiyat akal untuk memahami dan mempertimbangkannya, apakah sesuai dengan perintah ataupun larangan Allah SWT. Sehingga manusia lebih waspada terhadap perbuatan-perbuatan yang berasal dari kehendak bebasnya. Karena perbuatan itu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS: Al-Muddatstsir Ayat: 38)

Wallahua’lam bisawab.

Baca juga: Rukun Islam & Rukun Iman


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Electricity Lightning