Ternyata Alergi Bisa Sebabkan Autisme
Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi
cepat dan lambat, melainkan juga merupakan proses inflamasi kronis yang
kompleks. Biasanya alergi akan muncul sejak penderita masih anak-anak. Meski terlihat sepele, alergi ternyata bisa menyebabkan autisme atau gangguan saraf pada otak.
Hal tersebut diperkuat oleh beberapa teori yang menyatakan bahwa
alergi bisa mengakibatkan gangguan pada sistem susunan saraf pusat si
penderitanya. Setidaknya ada empat teori yang bisa jadi bukti bahwa alergi dapat menyebabkan autisme. Simak penjelasannya berikut ini:
1. Teori gangguan di organ sasaran
Berbagai hasil dari proses alergi, seperti sel basofil, eosinofil,
limfosit, dan beragam molekul (IgE, mediator sitokin, dan kemokin)
merupakan komponen yang berperan dalam peradangan di organ tubuh manusia.
Gejala klinis yang terjadi karena reaksi imunologik tersebut adalah
dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran.
Contohnya,
alergi di paru-paru efeknya adalah batuk atau asma,
jika sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, dan jika organ
sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare.
Disamping itu, sistem susunan saraf pusat atau otak juga dapat menjadi organ sasaran alergi.
Sistem susunan saraf pusat adalah pusat koordinasi tubuh. Maka bisa
dibayangkan kalau otak terganggu akan banyak kemungkinan manifestasi
klinik yang ditimbulkannya, termasuk gangguan perilaku pada anak (autisme). Apalagi gejala alergi sering menimbulkan proses peradangan yang lama dan kompleks.
2. Teori metabolisme sulfat
Seperti pada penderita intoleransi makanan, kemungkinan juga dapat terjadi pada alergi makanan karena gangguan dalam metabolisme sulfat di tubuh. Gangguan Metabolisme sulfat juga diduga sebagai penyebab gangguan ke otak.
Bahan makanan mengandung sulfur yang masuk ke tubuh dirubah menjadi
sulfat dan dibuang melalui urine.
Pada penderita alergi, mekanisme ini
mengalami gangguan. Dimana pengeluaran sulfat melalui urine terganggu,
dan metabolisme sulfur menjadi sulfit. Sulfit inilah yang dapat
menggakibatkan gangguan kulit (gatal) pada penderita. Diduga sulfit dan beberapa zat toksin yang dihasilkan dapat menganggu fungsi otak.
Gangguan tersebut menghasilkan beberapa zat kimiawi dan beracun yang
tidak dapat dikeluarkan dari tubuh sehingga dapat mengganggu otak
.
3. Teori gangguan pencernaan
Teori gangguan pencernaan memiliki kaitan dengan sistem susunan saraf pusat,
dan saat ini sedang menjadi perhatian utama. Teori ini juga menjelaskan
tentang bagaimana mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti
autisme, melalui hipermeabilitas intestinal (Leaky Gut Syndrome). Secara
patofisiologi kelainan Leaky Gut Syndrome salah satunya disebabkan oleh alergi makanan.
4. Teori pengaruh reaksi hormonal pada alergi
Keterkaitan hormon dengan peristiwa alergi telah banyak dilaporkan di
berbagai penelitian, seperti adanya penurunan hormon. Pada penderita
alergi akan terjadi penurunan hormon kortisol dan metabolik. Penurunan
hormon kortisol dapat menyebabkan kelelahan atau lemas, sedangkan
penurunan hormon metabolik dapat mengakibatkan perubahan berat badan.
Namun sebaliknya, hormon progesteron dan adrenalin tampak cenderung
meningkat bila proses alergi itu timbul. Peningkatan hormon progesteron
dapat mengakibatkan rambut rontok, dan gangguan kulit kering di bawah
leher, tapi berminyak di atas leher. Perubahan hormonal yang terjadi ini ternyata mampu mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat atau otak. Diantaranya, gangguan emosi, gampang marah, kecemasan, panik, sakit kepala, migraine, dan keluhan lainnya.
Itulah beberapa teori yang membuktikan bahwa alergi bisa menyebabkan autisme
pada penderitanya. Untuk Anda yang punya riwayat alergi, lebih baik
periksa ke dokter secara rutin terutama saat alergi itu muncul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar