Senin, 07 November 2016

Alergi Makanan


Pengertian Alergi Makanan


Alergi makanan adalah reaksi alergi yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh kita keliru merespons protein yang berasal dari makanan dan menganggapnya sebagai suatu ancaman. Salah satu reaksi alergi yang muncul bisa berupa rasa gatal dan ruam pada kulit


.


Berdasarkan zat pemicu dan jangka waktu munculnya gejala, alergi makanan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu immunoglobulin E, non-immunoglobulin E, dan gabungan keduanya.

Immunoglobulin E merupakan salah satu zat antibodi yang ada di dalam sistem kekebalan tubuh kita. Alergi makanan yang dipicu oleh produksi zat ini merupakan jenis alergi makanan yang paling umum terjadi dan gejalanya biasa akan muncul tidak lama setelah penderita makan.

Sedangkan untuk alergi makan yang dipicu oleh zat-zat antibodi selain immunoglobulin E, rentang waktu munculnya gejala akan membutuhkan waktu yang lebih lama atau biasanya berjam-jam setelah penderita makan.

Jenis alergi makanan yang terakhir adalah kombinasi dari immunoglobulin E dan non-immunoglobulin E. Orang yang menderita kondisi ini akan merasakan gejala-gejala dari kedua jenis alergi makanan tersebut.

Gejala Alergi Makanan

Penderita alergi makanan yang dipicu zat immunoglobulin E, biasanya akan mengalami gejala berupa ruam merah dan gatal di kulit, sensasi kesemutan atau gatal di dalam rongga mulut, sulit menelan, dan pembengkakan pada mulut, wajah, serta bagian tubuh lainnya. Tekstur ruam pada alergi ini biasanya tampak timbul pada permukaan kulit.

Selain gejala-gejala tersebut, penderita alergi makanan jenis ini ada juga yang mengalami gejala mual dan muntah, mata terasa gatal, bersin-bersin, pening atau pusing, diare, sakit perut, serta sesak napas.

Pada kasus alergi makanan non-immunoglobulin E, gejala utama yang timbul sebenarnya hampir sama dengan gejala pada alergi makanan yang diperantarai oleh zat immunogbulin E, yaitu munculnya rasa gatal dan ruam di kulit. Namun bedanya, tekstur ruam pada jenis alergi ini tidak tampak timbul. Selain itu ada yang mengalami gejala seperti penyakit eksim atopik, yaitu ketika kulit tampak kering dan pecah-pecah, berwarna merah, serta terasa gatal.

Kadang-kadang alergi makanan non-immunoglobulin E dapat memunculkan gejala-gejala yang sama seperti yang disebabkan oleh kondisi lainnya. Ini berarti bisa sulit membedakan penyebab gejala dan bisa dianggap bukan sebagai reaksi alergi. Gejala-gejala tersebut di antaranya:
  • Area kelamin dan anus tampak berwarna kemerahan.
  • Gangguan pencernaan.
  • Sembelit.
  • Nyeri ulu hati.
  • Frekuensi buang air besar meningkat.
  • Adanya lendir atau darah pada kotoran.
  • Kulit pucat.
  • Rewel pada bayi.
Jangan sepelekan alergi makanan karena pada kasus tertentu bisa mengarah kepada suatu kondisi yang disebut anafilaksis atau reaksi alergi parah. Gejala awal anafilaksis memang terlihat seperti gejala alergi makanan biasa, namun dalam waktu yang sangat cepat, gejala dapat memburuk dan penderitanya bisa mengalami peningkatan detak jantung yang sangat cepat, sulit bernapas, penurunan tekanan darah yang sangat drastis, dan pingsan. Jika tidak segera ditangani dengan baik, anafilaksis bahkan bisa menyebabkan kematian.

Makanan-makanan Penyebab Alergi

Semua makanan berpotensi menyebabkan alergi. Namun ada beberapa jenis makanan tertentu yang sangat umum menyebabkan kondisi tersebut, contohnya udang, lobster, kepiting, ikan, dan kacang-kacangan.

Alergi akibat kacang-kacangan umum dialami oleh anak-anak. Selain kacang-kacangan, anak-anak juga bisa mengalami alergi setelah mengonsumsi susu, telur, gandum, dan kedelai. Alergi susu pada anak-anak sering kali menimbulkan gejala campuran yang ada di dalam alergi immunoglobulin E dan non-immunoglobulin E, yaitu pembengkakan dan sembelit.

Faktor-faktor Peningkat Risiko Alergi Makanan

Jika Anda menderita alergi selain alergi makanan, maka peluang Anda untuk terkena alergi makanan lebih besar dibandingkan orang-orang yang belum pernah memiliki alergi apa pun. Selain itu, jika Anda memiliki riwayat penyakit asma, risiko terkena alergi makanan juga lebih tinggi karena kedua kondisi ini cenderung timbul secara bersamaan.

Peluang Anda untuk terkena alergi makanan juga lebih tinggi apabila terdapat anggota keluarga yang memiliki riwayat alergi, penyakit biduran, eksim, atau asma.

Faktor risiko yang terakhir adalah usia. Anak-anak dan bayi lebih rentan terkena alergi makanan dibandingkan dengan orang dewasa karena daya serap sistem pencernaan manusia terhadap makanan-makanan pemicu alergi cenderung menurun seiring perkembangan usia.

Meski alergi makanan cenderung hilang saat seseorang berangsur dewasa, namun pada beberapa kasus tertentu, kondisi ini bisa kembali muncul saat mereka dewasa. Terlebih lagi jika anak-anak alergi terhadap udang, lobster, dan kepiting, atau kerap mengalami reaksi alergi yang parah, maka kondisi mereka tersebut bisa saja akan terus ada seumur hidup.

Diagnosis Alergi Makanan

Dalam mendiagnosis alergi makanan, biasanya dokter akan menanyakan seputar pola gejala dan riwayat kesehatan pasien terlebih dahulu sebelum memutuskan melakukan uji laboratorium.

Selain rentang waktu munculnya gejala setelah terpapar makanan, tingkat keparahan, dan lama gejala muncul, dokter juga akan menanyakan mengenai tingkat keseringan kemunculan gejala dan makanan apa yang sekiranya menjadi penyebab.

Dokter juga biasanya ingin memastikan apakah pasien memiliki keluarga dengan riwayat alergi atau apakah pasien sendiri memiliki riwayat alergi, meski itu bukan alergi makanan.
Setelah keterangan dari pasien dirasa cukup, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menguatkan diagnosis. Jenis pemeriksaan pertama adalah tes darah untuk mengukur kadar antibodi alergi atau immunoglobulin di dalam aliran darah.

Selain uji kadar antibodi dalam laboratorium, jenis pemeriksaan lainnya yang bisa dilakukan adalah tes tusuk kulit. Di dalam tes ini, dokter akan menaruh zat alergen dari ekstrak suatu makanan yang diduga menyebabkan alergi Anda. Selanjutnya dokter menusuk-nusuk kulit pasien dengan jarum kecil yang steril agar alergen tersebut masuk ke dalam sel kulit. Jika setelahnya kita mengalami reaksi alergi, seperti kemerahan, gatal, atau pembengkakan pada kulit, maka kita positif menderita alergi makanan yang dites.

Jenis pemeriksaan ketiga adalah tes eliminasi makanan. Di dalam tes ini, dokter akan menugaskan Anda untuk menghindari suatu jenis makanan yang diduga menjadi penyebab alergi selama setengah hingga satu setengah bulan, kemudian setelah itu mengonsumsinya kembali.

Apabila dalam kurun waktu tersebut Anda tidak lagi mengalami reaksi alergi, namun justru kembali mengalaminya setelah makanan tersebut dikonsumsi lagi, maka Anda positif menderita alergi makanan.

Tes darah dan tes tusuk kulit biasanya dilakukan pada pasien yang diduga menderita alergi makanan yang diperantarai zat immonoglobulin E, yaitu ketika gejala berkembang dengan sangat cepat. Sedangkan tes eliminasi makanan biasanya dilakukan pada kasus alergi makanan non-immonoglobulin E, yaitu ketika gejala berkembang secara lambat.

Harap diingat bahwa jangan coba-coba melakukan uji alergi makanan sendiri tanpa pengawasan atau bimbingan dari dokter ahli agar terhindar dari efek samping yang membahayakan, salah satunya adalah reaksi alergi parah atau anafilaksis.

Pengobatan Alergi Makanan

Sebenarnya tidak ada obat yang dapat menyembuhkan alergi makanan. Tujuan pemberian obat di sini adalah untuk meredakan reaksi alergi yang muncul. Karena itu alangkah baiknya bagi Anda untuk mengenali makanan-makanan pemicu alergi Anda dan menghindarinya.Berdasarkan tingkat keparahan gejala, ada dua jenis obat alergi yang umumnya digunakan. Yang pertama adalah obat-obatan antihistamin. Obat ini digunakan untuk meredakan reaksi alergi atau gejala alergi yang masih tergolong ringan hingga menengah.

Sangat penting untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter sebelum mengonsumsi obat ini, karena ada beberapa jenis antihistamin yang tidak cocok digunakan oleh anak-anak yang berusia di bawah 2 tahun, seperti promethazine dan alimemazine.

Jenis obat alergi yang kedua adalah obat yang mengandung adrenalin. Obat ini biasanya diberikan oleh dokter untuk menanggulangi gejala alergi parah pada kasus anafilaksis dengan cara disuntikkan. Adrenalin mampu meredakan gejala sulit bernapas dengan cara memperlebar saluran napas, serta menanggulangi tekanan darah rendah.

Waktu yang Tepat Untuk ke dokter

Jika Anda atau anak Anda mengalami reaksi alergi tidak lama setelah mengonsumsi suatu makanan, dianjurkan untuk langsung menemui dokter. Selain untuk mencegah gejala makin memburuk, hal ini juga dapat mempermudah dokter dalam melakukan diagnosis.

Jika Anda, anak, atau orang-orang di sekitar Anda mengalami gejala-gejala anafilaksis atau reaksi alergi parah, segera bawa ke rumah sakit. Penanganan yang diberikan secepatnya akan bermanfaat untuk meningkatkan peluang penderita untuk selamat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Electricity Lightning