Strategi Display Produk Supermarket
Strategi Display Produk di Supermarket
— Ruang yang terbatas sementara jumlah pemain begitu banyak, memaksa
pemilik merek untuk cerdik dalam mendapatkan posisi display di
supermarket atau hypermarket. Jurus menaklukkan macam apa? Kalau Anda
hendak berbelanja di pasar swalayan atau hypermarket (paserba), itu
tandanya Anda harus siap-siap menyaksikan ribuan produk mejeng di
rak-rak.
Anda yang cuek dan sudah terbiasa berbelanja di sana, barangkali tidak terlalu mempermasalahkan pemandangan seperti itu. Tapi bagi yang tak terbiasa, mungkin bisa terserang pening kepala melihat betapa banyaknya item produk yang ditawarkan di sana.
Urusan pening kepala begini, sebenarnya
juga bukan monopoli konsumen. Bagi produsen, berlimpahnya produk dan
merek yang ada pasar swalayan atau hypermarket itu, juga membuat mereka
pusing tujuh keliling.
Jadi sejatinya, persaingan antara
produsen, tidak hanya dalam memperkenalkan merek mereka kepada peritel
atau pengecer, tetapi juga pada posisi yang lebih baik di rak.
Persoalannya menjadi lebih sulit mengingat perbedaan tajam pandangan
antara produsen dan pengecer terhadap tujuan dan makin besarnya
ketergantungan produsen dalam hubungan mereka dengan distributor.
Sementara tujuan produsen adalah untuk
mendapatkan posisi terbaik di rak-rak dan nilai yang lebih tinggi untuk
merek mereka bersama dengan loyalitas konsumen yang kuat, pengecer ingin
meningkatkan perputaran stok barangnya dan meningkatkan posisi merek
mereka sendiri agar bisa dinikmati konsumen sehingga menciptakan
loyalitas yang lebih besar.
Dalam persaingan yang setara, peritel
dan produsen merek harus berperilaku sama di outlet, yakni mereka harus
bersaing berebut posisi dan ruang yang sama, memiliki kualitas dan harga
yang sama, dan sebagainya. Namun, posisi masing-masing merek di pasar
telah menciptakan persaingan yang tidak seimbang antara merek peritel
dan merek produsen (Rubio, 2004). Dalam konteks inilah ada peran eran
distributor dan harus berperan sebagai agen ganda.
Pengecer bisa mendapatkan keuntungan
dari situasi yang tidak seimbang ini dan memberikan merchandise yang
lebih memadai untuk merek mereka melalui manajemen rak. Merchandising
merupakan faktor yang sangat penting karena pengaruhnya terhadap
penjualan produk, terutama di pasar seperti pasar komoditas massal.
Sebab rak merupakan tempat dan pusat pengambilan keputusan dalam
pemilihan merek.
Coba saja bayangkan. Tren produk/merek
yang menjejali rak-rak itu terus membumbung, padahal tempat yang
disediakan pengelola jaringan ritel itu cenderung segitu-segitu saja.
Akibatnya mereka harus beradu taktik dan baku pintar dengan pemain lain
demi mendapatkan posisi rak yang strategis. Maklum saja, posisi rak yang
bagus bakal berpengaruh signifikan atas format display produk yang akan
mereka terima.
Terbatasnya ruang sementara jumlah
pemain begitu banyak akhirnya harus dibayar cukup mahal oleh pemilik
merek. Jika sebelumnya gondola reguler bebas uang sewa maka belakangan
lokasi rak ini mulai disewakan juga oleh pengelola swalayan maupun
paserba. Sekedar tahu, ditinjau dari layout, ruangan supermarket atau
paserba yang kini disewakan adalah selfing, gondola, floor display di
depan kasir dan wingpack yang bentuknya berupa rak-rak di pinggir
gondola.
Posisi top gondola (lokasi gondola
paling ujung) memiliki ongkos sewa yang cukup mahal. Sementara ongkos
sewa paling mahal biasanya ujung gondola yang menghadap kasir atau
lokasi dimana terjadi transaksi pembayaran. Angkanya bisa mencapai
ratusan juta rupiah.
Sebaliknya lokasi gondola manakah yang
paling murah ongkos sewanya? Jelas saja yang paling bawah. Karena di
lokasi ini orang pelu jongkok untuk mengamati atau menjangkau produk
yang bersangkutan.
Tak dimungkiri untuk menembus rimba item
produk di pasar swalayan atau paserba memang bukan perkara mudah. Fakta
berbicara, posisi bagus atau memble, luas atau sempit, yang diberikan
pengelola supermarket atau hypermarket tak lepas dari faktor sales dan
dukungan promosi yang diberikan si produsen kepada mereka.
Jadi jika produk tertentu tanpa
“diapa-apakan” saja sudah laku, dengan senang hati pengelola ritel
memberikan posisi yang bagus supaya perputaran produk terdukung oleh
stok yang ada di display. Sebabnya, umumnya para peritel ini tidak
memiliki tempat luas sebagai lokasi stok barang. Jadi yang dipajang itu
sekaligus stok barang.
Dalam kondisi normal peritel umumnya
akan menempatkan barang yang paling laku dalam kombinasi berupa volume
sales yang bagus dan margin yang bagus pula. Jadi, produk yang volumenya
oke tapi marginnya tipis tetap saja kurang menggembirakan bagi mereka.
Khusus produk baru dimana belum masuk
planogram di supermarket atau hypermarket maka usaha keras produsen
harus lebih lagi. Yang sering terjadi produsen harus menyewa space
secara spesial. Sistem sewa ini memungkinkan pemilik merek mendapatkan
fasilitas gondola atau membawa properti sendiri.
Di lain pihak dengan menyewa otomatis satu lokasi display bisa diperuntukkan untuk produk-produk buatan si produsen. Langkah ini ada untungnya. Ialah display produk bisa ditata sebegitu rupa sehingga lebih eye catching. Untuk mendisain display agar eye catching ini, para pemilik merek memiliki tenaga khusus. Mereka berkeliling ke semua gerai untuk merapikan display produk.
Yang paling ideal untuk posisi produk di
lokasi gondola adalah posisi eye level. Walaupun tinggi mata memandang
sangat relatif , tapi posisi ini sangat menguntungkan. Karena konsumen
punya kecenderungan untuk mengambil atau mengamati produk dalam posisi
eye level. Sedangkan format display yang bagus menyangkut penataan dari
warna yang senada atau bentuk kemasan yang mirip-mirip.
Karena itu, pemilik merek harus
pintar-pintar memanfaatkan moment-moment besar untuk mendongkrak
penjualan, Misalkan Valentine days, Christmas, New Year, Hallowen, dll.
Dengan kinerja penjualan yang bagus otomatis posisi tawar produk/merek
yang bersangkutan ikut terkatrol.
Dengan kata lain, sebuah merek harus
rajin memantau. Jangan sampai ada barang kosong. Dengan produk yang
senantiasa tersedia maka penjualannya bisa digenjot maksimal sehingga
ujung-ujungnya produk tersebut akan mendapat posisi display yang bagus.
Sebagai saluran modern, supermarket atau
hypermarket menggunakan aturan listing fee untuk produk-produk yang
akan masuk ke sana. Listing fee ini dihitung per item. Asal tahu juga
produk yang berbeda berat atau kemasan biasanya dianggap item yang
berbeda pula. Carefour, sekedar contoh menerapkan angka Rp7 juta per
item per gerai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar