ALLAH Mengisyaratkan Hamba-NYA Ketika Mencapai Usia 40 Tahun
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Judul di atas perlu untuk direnungkan, mengapa…? karena ada
sebagian pendapat yang mengatakan bahwa pada usia empat puluh tahun ini, usia
penuh teka-teki dan penuh misteri. Namun bagi kaum muslimin yang akan mendekati
usia 40 tahun jadikanlah sebagai persiapan langkah kehidupan berikutnya, bahkan
bagi kaum muslimin yang usianya sudah mencapai di atas 40 tahun
sudah selayaknya untuk lebih merenung dan mengoreksi diri, karena usia 40 tahun
adalah usia ketika manusia benar2 meninggalkan masa mudanya dan beralih ke masa
dewasa yang disebut masa kuhula atau disebut juga masa
setengah baya.
Dan dalam usia inilah manusia telah memiliki kematangan dalam
cara berpikir dan bertindak, maka diharapkan bahwa jika seseorang sudah
mencapai usia 40 tahun keatas cara berpikir dan tindakannya sudah dengan matang
dan penuh perhitungan.
Bahkan seseorang yang sudah mencapai usia 40 tahun
berarti akalnya sudah sampai pada tingkat kematangan berfikir serta sudah
mencapai kesempurnaan kedewasaan dan budi pekerti. Sehingga secara umum, tidak
akan berubah kondisi seseorang yang sudah mencapai usia 40 tahun.
Al-Tsa’labi اللهُ رَحِمَهُ berkata, “Sesungguhnya
الله menyebutkan
usia 40 tahun karena ini sebagai batasan bagi manusia dalam keberhasilan maupun
keselamatannya.“
Pada usia keistimewaan 40 tahun inilah, سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله telah menyebutkan usia 40 tahun
dengan tegas di dalam al-Qur’an dan menjadi perhatian khusus bagi umat muslim,
oleh karena itu bila kita perhatikan dari kehidupan as-Salafush Shalih dan para
ulama terdahulu saat memasuki usia ini, mereka berusaha mencapai kebaikan amal
mereka dan menjadikannya hari-hari terbaik dalam hidupnya.
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله berfirman :
وَوَصَّيۡنَا الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَيۡهِ
اِحۡسَانًا ؕ حَمَلَـتۡهُ اُمُّهٗ كُرۡهًا وَّوَضَعَتۡهُ كُرۡهًا ؕ وَحَمۡلُهٗ
وَفِصٰلُهٗ ثَلٰـثُوۡنَ شَهۡرًا ؕ حَتّٰٓى اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ
اَرۡبَعِيۡنَ سَنَةً ۙ قَالَ رَبِّ اَوۡزِعۡنِىۡۤ اَنۡ اَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ
الَّتِىۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَىَّ وَعَلٰى وَالِدَىَّ وَاَنۡ اَعۡمَلَ صَالِحًا
تَرۡضٰٮهُ وَاَصۡلِحۡ لِىۡ فِىۡ ذُرِّيَّتِىۡ ؕۚ اِنِّىۡ تُبۡتُ اِلَيۡكَ
وَاِنِّىۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِيۡنَ
“KAMI perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada
dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya
adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai
empat puluh tahun ia berdo’a: "Ya ROBB-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
ni’mat ENGKAU yang telah ENGKAU berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang ENGKAU ridho’i; berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada ENGKAU dan sesungguhnya aku termasuk orang2 yang berserah
diri". (QS. Al-Ahqaf: 15).
Menurut para ahli ilmu tafsir, usia 40 tahun disebut
tersendiri pada ayat di atas ini, karena pada usia inilah manusia
mencapai puncak kehidupan yang baik, baik dari segi fisik, pikiran,
perasaan, karya, maupun dari segi agamanya. Orang yang berusia 40 tahun
benar-benar telah meninggalkan usia mudanya dan beralih ke usia dewasa. Apa
yang dialami pada usia 40 tahun sifatnya stabil, mantap dan kokoh dalam
pendirian dan perilakunya. Pendirian dan perilaku ini akan menjadi ukuran
manusia pada usia-usia berikutnya.
Oleh karena itu tidaklah heran jika para Nabi diutus untuk
berda’wah pada usia 40 tahun. Rosululloh صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم diutus
menjadi nabi tepat pada usia 40 tahun. Begitu juga dengan Nabi2 yang lain,
termasuk diantaranya Nabi Yusuf عليه السلام
yang
ketika masih kecil bermimpi melihat 11 bintang, matahari dan bulan sujud
kepadanya dan ketika berusia 40 tahun baru diangkat menjadi Nabi meskipun ada
pengecualian sebagian dari mereka.
Surat Al-Ahqaf ayat 15 di atas mengisyaratkan bagi kita
bahwa, saat sudah menginjak usia 40 tahun hendaknya seseorang mulai
meningkatkan rasa syukurnya kepada الله
juga
kepada orang tuanya, memohon kepada-NYA, agar diberi hidayah, taufik, dibantu,
dan dikuatkan agar bisa menegakkan rasa syukur ini.
Karena segala sesuatu yang
terjadi di muka bumi ini adalah dengan kehendak dan izin-NYA, sehingga kita
harus meminta hal itu kepada-NYA.
Ini sebagaimana doa yang diajarkan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم kepada Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه “Aku
wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz, Janganlah engkau tinggalkan untuk membaca
sesudah shalat :
عِبَادَتِك وَحُسْنِ وَشُكْرِك ذِكْرِ عَلَى أَعِنِّ اللَّهُمَّ
“Ya
الله
bantulah aku untuk berdzikir, bersyukur, dan memperbaiki ibadah
kepada-MU.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud, al-Nasai dengan sanad yang kuat).
Karena sesungguhnya seorang hamba pasti sangat butuh kepada
pertolongan ROBB-nya dalam menjalankan perintah, menjauhi larangan, dan
sabar atas ketetapan-ketetapan takdir-NYA. (Dinukil dari Subulus Salam, Imam al-Shan’ani).
Sebenarnya bersyukur itu sepanjang umur. Dan dikhususkan pada
usia 40 tahun ini karena pada saat usia ini seseorang benar-benar harus sudah
mengetahui segala nikmat الله
yang
ada padanya dan pada orang tuanya, lalu ia mensyukurinya.
Imam Al-Qurthubi اللهُ
رَحِمَهُ - didalam kitab tafsirnya,
beliau mengatakan bahwa :
“سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله
menyebutkan
orang yang sudah mencapai usia 40 tahun, maka sesungguhnya telah tiba waktunya
dirinya untuk mengetahui nikmat سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله
yang ada padanya dan kepada
kedua orang tuanya, kemudian mensyukurinya.“
Sesungguhnya hakikat syukur itu mencakup tiga komponen; hati,
lisan, dan anggota badan. Hati dengan
mengakui bahwa semua nikmat itu berasal dari pemberian الله - Sedangkan lisan dengan
menyebut-nyebut dan menyandarkan nikmat itu kepada-NYA serta memuji-NYA.
Sementara anggota badan adalah dengan menggunakan nikmat itu
untuk taat kepada-NYA, yakni untuk menjalankan perintah dan menjauhi
larangan-NYA. Oleh karena itu pada ayat di atas disebutkan, “Dan supaya aku
dapat berbuat amal yang shalih yang ENGKAU ridhoi.“
Janganlah melupakan kedua orang
tua
Perhatikan Surat Al-Ahqaf, ayat 15 :
“KAMI perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang tua ibu bapaknya, ibunya mengandung dengan susah
payah dan melahirkannya dengan susah payah pula.
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia
telah dewasa dan usianya mencapai empat puluh tahun, ia
berdo’a : “Ya ROBB-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat ENGKAU yang telah
ENGKAU berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat
amal yang shalih yang ENGKAU ridhoi; berilah kebaikan kepadaku dengan
memberikan kebaikan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada ENGKAU
dan sesungguhnya aku termasuk orang2 yang berserah diri.”” (QS. Al-Ahqaf: 15).
Perintah berbuat kebaikan kepada orang tua dalam ayat tersebut
di atas mencakup segala bentuk seperti memenuhi nafkah orang tua, memenuhi
kebutuhannya, mentaati perintahnya yang ma’ruf, menghidarkan dari bahaya,
mengobatkannya jika sakit, menghiburnya jika sedih, dan memohonkan ampun dan
doa untuk keduanya, serta yang lainnya.
Berbuat kebaikan kepada kedua orang tua itu bagian dari ibadah
kepada الله - Sehingga tidak boleh dalam
berbuat kebaikan tersebut melanggar nilai-nilai ketauhidan, walaupun hak kedua
orang tua itu besar terhadap anak, namun seorang anak tidak boleh mentaati
kedua orang tuanya dalam maksiat kepada الله
dan
nikmat yang kedua orang tua peroleh itu berasal dari
الله juga.
Dan didalam mentauhidkan سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله - kita harus dengan ikhlash ibadah kepada-NYA, dan istiqamah di
atasnya, namun kenyataannya saat الله perintahkan untuk mentauhidkan-NYA ada di antara hamba-NYA yang
menyambut dan ada pula yang menentang-NYA. Sama halnya dengan perintah berbakti
kepada orang tua, ada manusia yang berbakti kepada orang tuanya dan ada pula
yang bahkan mendurhakai kedua orang tuanya.
Kaum muslimin yang dirahmat سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله saat seseorang memasuki usia 40
tahun, maka ia memiliki tanggungjawab di tengah keluarga dan masyarakat yang
lebih besar. Anak-anak memerlukan biaya yang lebih untuk pendidikan dan lainnya.
Sementara orang tuanya, pastinya sudah renta dan sangat memerlukan bantuan dari
anak-anaknya.
Disinilah sering seseorang melupakan orang tuanya karena
konsentrasinya yang lebih fokus terhadap keluarga dan anak-anaknya. Padahal
seharusnya dengan bertambahnya usia semakin membuat ia sadar akan jasa-jasa
orang tuanya kepada dirinya.
Sehingga disebutkan dalam hadits, “Merugilah seseorang,
merugilah seseorang, merugilah seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya,
salah seorang atau kedua-duanya, tapi tidak bisa masuk surga (dengan itu).”
Dalam riwayat lain, “Tapi keduanya tidak bisa memasukkannya ke dalam surga.”
(HR. Imam Ahmad dan lainnya).
Jangan Lupakan Keturunan
Sesudah seorang muslim diperintah harus berbuat baik kepada
kedua orang tuanya dan mengerjakan amal shalih untuk dirinya, janganlah lupa
terhadap anak keturunannya. Ia juga wajib memperhatikan pendidikan dan
pengarahan mereka, agar menjadi orang yang taat kepada سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله - Karena mereka (anak2) adalah amanat yang harus diarahkan untuk taat
kepada ROBB-nya dan setiap orang tua harus mempertanggung jawabkan amanat ini
di hadapan سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله kelak di hari
Kiamat nanti.
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله pun sudah
menjelaskan pada firman-NYA pada surat At-Tahrim (66), ayat 6 berikut ini :
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا قُوۡۤا اَنۡفُسَكُمۡ
وَاَهۡلِيۡكُمۡ نَارًا وَّقُوۡدُهَا النَّاسُ وَالۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا
مَلٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعۡصُوۡنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمۡ
وَيَفۡعَلُوۡنَ مَا يُؤۡمَرُوۡنَ
“Hai orang2 yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat2 yang kasar, keras dan tidak mendurhakai الله terhadap apa
yang diperintahkan-NYA kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.“
Dan sesungguhnya di antara balasan baik dari amal shalih
seseorang adalah diperbaikinya keturunannya. Perilaku yang baik kedua orang
tuanya akan berdampak baik kepada perilaku anaknya. Ini juga menjadi pelajaran
dan hal yang sangat penting, karena dalam melakukan pendidikan kepada anak
haruslah orang tua memulai dari menshalihkan diri mereka sendiri dengan ilmu
dan amal shalih dan ini akan menjadi suri tauladan bagi anak2nya, dan akan
berdampak baik kepada anak2nya, yang semua ini merupakan balasan bagi kedua
orang tuanya yang mempunyai keturunan anak2 yang shalih.
Syaikh al-Sa’di berkata dalam menafsirkan surat Al-Ahqaf ayat 15
di atas, “Sesungguhnya baiknya orang tua dengan ilmu dan amal termasuk sebab
yang besar untuk baiknya anak-anak mereka.“
Selain itu, berdoa sebagai bagian dari tawakkal kepada سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله dalam
usaha tidak boleh dianggap ringan. Karena hati manusia itu berada di antara dua
jari dari jemari سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله yang
dapat dibolak-balikkan sesuai kehendak-NYA. Oleh karena itu, sering2lah berdoa
kepada سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله agar
dianugerahkan anak2 yang shalih.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, ada seorang lelaki yang
mengadukan tentang anaknya kepada Thalhah bin Musharrif رضي الله عنه - maka Thalhah berkata
kepadanya, “Minta tolonglah dalam masalah anakmu dengan ayat,
رَبِّ
اَوۡزِعۡنِىۡۤ اَنۡ اَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ الَّتِىۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَىَّ وَعَلٰى
وَالِدَىَّ وَاَنۡ اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰٮهُ وَاَصۡلِحۡ لِىۡ فِىۡ ذُرِّيَّتِىۡ
ؕۚ اِنِّىۡ تُبۡتُ اِلَيۡكَ وَاِنِّىۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِيۡنَ
“Ya ROBB-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat ENGKAU
yang telah ENGKAU berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat
berbuat amal yang saleh yang ENGKAU ridhoi; berilah kebaikan kepadaku dengan
(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada ENGKAU
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS.
Al-Ahqaf: 15).
Memperbaharui Taubat
Usia 40 tahun haruslah menjadi titik tolak dan pembaharuan
taubat penyesalan seseorang atas dosa-dosa dan kufur nikmat selama hidupnya.
Karena pada usia ini benar-benar telah merasakan banyaknya nikmat dan tidak
sebandingnya rasa syukur terhadap-NYA. Maka pengakuan dosa pasti akan mengalir
dari orang yang mau merenungkan masa lampaunya, sehingga dari situ lahir
penyesalan, tumbuh istighfar dan taubat kepada سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله
Oleh sebab itu, disebutkan dalam doa di atas,
اِنِّىۡ
تُبۡتُ اِلَيۡكَ وَاِنِّىۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِيۡنَ
“Sesungguhnya aku bertobat kepada ENGKAU dan sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaf: 15).
Imam Ibnu Katsir اللهُ
رَحِمَهُ
berkata,
“Dan di dalamnya terdapat petunjuk bagi orang-orang yang sudah berusia 40
tahun agar memperbaharui taubatnya kepada الله عَزَّ وَجَلَّ serta
bertekad kuat atasnya.” Seseorang harus terus meningkatkan taubatnya saat usianya
menginjak 40 tahun sampai ajal menjemputnya - والله اعلم
Salah satu keistimewaan seseorang diusia 40 tahun kita bisa
lihat dalam hadist Nabi صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم yang
diriwayatkan dari Imam Ahmad اللهُ
رَحِمَهُ :
العَبْدُ الْمُسْلِمُ إِذَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً خَفَّفَ اللهُ تَعَالَى حِسَابَهُ ، وَإِذَا بَلَغَ سِتِّيْنَ سَنَةً رَزَقَهُ اللهُ تَعَالَى الْإِنَابَةَ إِلَيْهِ ، وَإِذَا بَلَغَ سَبْعِيْنَ سَنَةً أَحَبَّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ، وَإِذَا بَلَغَ ثَمَانِيْنَ سَنَةً ثَبَّتَ اللهُ تَعَالَى حَسَنَاتِهِ وَمَحَا سَيِّئَاتِهِ ، وَإِذَا بَلَغَ تِسْعِيْنَ سَنَةً غَفَرَ اللهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ وَشَفَّعَهُ اللهُ تَعَالَى فِى أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَكَتَبَ فِى السَّمَاءِ أَسِيْرَ اللهِ فِى أَرْضِهِ
– رواه الإمام أحمد
“Seorang hamba muslim bila usianya mencapai empat puluh
tahun, الله akan meringankan hisabnya
(perhitungan amalnya). Jika usianya mencapai enam puluh tahun, الله akan memberikan
anugerah berupa kemampuan kembali (bertaubat) kepada-NYA. Bila usianya
mencapai tujuh puluh tahun, para penduduk langit (malaikat) akan mencintainya.
Jika usianya mencapai delapan puluh tahun, الله akan
menetapkan amal kebaikannya dan menghapus amal keburukannya. Dan bila usianya
mencapai sembilan puluh tahun, الله akan
mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan dosa-dosanya yang belakangan, الله juga akan
memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya, serta الله akan mencatatnya
sebagai tawanan الله di bumi” (HR.
Imam Ahmad).
Hadits ini menyebut usia 40 tahun paling awal, yang dimasudkan
disini bahwa orang yang mencapai usia 40 tahun ia memiliki sifat istiqamah
dalam pengabdiannya kepada سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله - Dalam arti
lain jika seseorang belum menyapai usia 40 tahun kemungkinan masih bisa diombang
ambingkan oleh suasana dan keadaan dan masih belum mantap dalam pendirian dan
perilakunya.
Seseorang yang sudah mencapai usia 40 tahun seperti
waktu sudah masuk ashar, dimana teriknya matahari sudah berkurang, matahari
sudah akan terbenam, ibarat bila menjemur pakaian tidak akan kering,
sudah senja dan sesaat lagi akan masuk waktu maghrib.
Sahabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم Qotadah رضي الله عنه - berkata, “Bila
seseorang telah mencapai usia 40 tahun, maka hendaklah dia berhati-hati.”
Maksudnya saat saat harus waspada.
Bahkan sahabat Abdullah bin Abbas رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا dalam suatu
riwayat berkata, “Barangsiapa mencapai usia 40 tahun dan amal
kebajikannya tidak unggul mengalahkan amal keburukannya, maka hendaklah ia
bersiap-siap ke neraka.“
Nasihat yang diungkapkan oleh dua sahabat besar tersebut
memberikan pengertian bahwa manusia harus mulai bersikap waspada dan hati-hati
dalam bertindak jika usianya telah mencapai 40 tahun. Ia harus meningkatkan
amal kebajikan dan membiasakannya agar amal itu terus meningkat.
Atas dasar ini, para sahabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم - ketika
mereka sudah mencapai usia 40 tahun, mereka konsentrasi beribadah. Mereka mulai
menghabiskan hari-harinya untuk ibadah. Kesibukan mencari dunia mereka kurangi
dan beralih pada kegiatan yang bersifat agama dan ibadah.
Imam asy-Syafi’i اللهُ
رَحِمَهُ tatkala
mencapai usia 40 tahun, beliau berjalan dengan memakai tongkat. Jika ditanya
kenapa? Jawab beliau, “Agar aku ingat bahwa aku adalah musafir. Demi الله - aku melihat diriku sekarang ini seperti
seekor burung yang dipenjara di dalam sangkar. Lalu burung itu lepas di udara,
kecuali telapak kakinya yang masih melekat dalam sangkar. Keadaanku sekarang
seperti itu juga.“
Sahabat Abdullah bin Umar رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا pernah
menceritakan hadits dari Rosululloh صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم yang perlu dicamkan
berkaitan dengan hal ini :
Rosululloh صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّم memegang
kedua pundakku dan kemudian bersabda, “Jadilah di dunia seakan-akan kamu
orang asing (perantau) atau pengembara (musafir).” Abdullah bin
Umar رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا berkata, “Jika
berada di waktu sore, jangan menanti waktu pagi. Jika berada di waktu pagi,
jangan menanti waktu sore. Pergunakanlah masa sehatmu untuk bekal di masa
sakitmu dan masa hidupmu untuk bekal di masa matimu.” (HR. Imam Bukhori).
Imam al-Syaukani اللهُ رَحِمَهُ berkata bahwa, “Para ahli tafsir berkata bahwasannya سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله tidak
mengutus seorang Nabi kecuali jika telah mencapai umur 40 tahun.” (Tafsir
Fathul Qadir V/18).
Dengan demikian, usia 40 tahun memiliki kekhususan tersendiri.
Pada umumnya, usia 40 tahun adalah usia yang tidak dianggap biasa, tetapi
memiliki nilai lebih dan khusus.
Diceritakan, al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi اللهُ
رَحِمَهُ adalah
seorang laki-laki yang shalih, cerdas, sabar, murah hati, berwibawa dan
terhormat. Ia berkata, “manusia yang paling sempurna akal dan pikirannya
adalah apabila telah mencapai usia 40 tahun. Itu adalah usia, di mana pada usia
tersebut سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله mengutus Nabi
Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم dan pikiran
manusia akan sangat jernih pada waktu sahur.” (Lihat al-Wafyat A’yan,
Ibnu Khalkan II/245).
Disebutkan tentang biografi al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi اللهُ
رَحِمَهُ, “Bahwa ketika mencapai usia 40 tahun ia berkonsentrasi untuk
beribadah dan memutuskan diri dari hubungan dengan manusia untuk mendekatkan
diri kepada سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله dan ia berpaling dari semua
urusan dunia dan umat manusia, seakan-akan ia tidak pernah kenal seorangpun
dari mereka. Dan ia terus menyusun karya-karya tulisnya.“
Ibrahim al-Nakhai اللهُ رَحِمَهُ
berkata,
“bahwa jika seseorang sudah mencapai usia 40 tahun dan berada pada suatu
perangai tertentu, maka ia tidak akan pernah berubah hingga datang kematiannya.”
(Lihat al-Thabaqat al-Kubra VI/277).
Mahasuci ENGKAU, ya الله
aku
memuji-MU. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang
berhak diibadahi dengan benar selain ENGKAU, aku memohon ampunan dan
bertaubat kepada-MU.
Bertakwalah kepada سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الله di mana pun
kita berada, dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik maka kebaikan
akan menghapuskan keburukan itu, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang
baik.
Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada
Rosululloh صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم - keluarga,
para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan mereka yang senantiasa setia
dijalan-NYA yang lurus hingga hari Akhir.
Demikian disampaikan, semoga sharing ini bermanfaat untuk dijadikan ibrah dan menjadi nasihat untuk ana dan antum semua, بَارَكَ اللهُ فيْكُمْ
Hanya milik الله - lah segala puji dan anugerah.
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
privatebundas.blogspot.com
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬