Kamis, 04 Agustus 2016

8 Nama Surga dan 7 Nama Neraka






SURGA 



1. Surga Firdaus

Mengenai surga firdaus ini, dalam Al Qur'an, surat Al Kahfi, ayat 107, Allah swt. telah menegaskan:




إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُ لاً.

"sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh bagi mereka adalah 'surga firdaus menjadi tempat tinggal".

Juga penegasanya dalam Al Qur'an, surat Al Mu'minuun, ayat 9-11.




وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ.أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ.الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ.
"Dan orang-orang yang memelihara shalat: Mereka itu adalah orang - orang yang akan mewarisi (yaitu) yang bakal mewarisi surga firdaus, mereka kekal di dalamnya".

2. Surga Adn


Surga 'Adn ini telah banyak sekali dijelaskan dalam Al Qur'an. yaitu sebagai berikut: Firman Allah swt. di dalam surat Thaaha, tepatnya ayat 76.




جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلاَ نْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ مَنْ تَزَكَّىٰ.
"(Yakni) surga 'Adn yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, didalamnya mereka kekal. dan itulah (merupakan) balasan bagi orang yang ( dalam keaddan ) bersih ( saat didunianya dari berbagai dosa )".
Firman-nya lagi didalam surat Shaad, ayat 50 :




جَنَّاتِ عَدْنٍ مُفَتَّحَةً اْلاَ لَهُمُ  بْوَابُ.
  " (Yaitu) surga'Adn yang pintu - pintunya terbuka bagi mereka".

3. Surga Na'iim

Dalam Al Qur'an surat al Hajj, ayat 56. Allah swt. telah menegaskan :




الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ.
" Maka orang - orang beriman dan mengerjakan amal shaleh ada di dalam surga yang penuh kenikmatan".
Firman-nya lagi dalam surat Al Luqman, ayat 8 :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيمِ.
"Sesungguhnya orang - orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, bagi mereka bakal mendapat surga yang penuh kenikmatan".

4. Surga Ma'wa
 
Banyak sekali didalam Al Qur'an dijelaskan, antara lain :
Surat As Sajdah, ayat 19 Allah swt. menegaskan:




أَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ جَنَّاتُ الْمَأْوَىٰ نُزُلًا بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.
"Adapun orang - orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh. maka bagi mereka mendapat surga - surga tempat kediaman, merupakan pahala pada apa yang telah mereka:kerjakan".
Firman-nya lagi didalam surat An Naazi'aat, ayat 41:




فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ.

"Maka sesungguhnya surga ma'walah tempat tinggal(nya)".
 
5. Surga Darussalam
 
 Mengenai surga Darussalam ini, telah banyak dijelaskan didalam Al Qur'an, diantaranya ialah : Dalam surat Yunus, ayat 25 :




وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَىٰ دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ.
"Dan allah meriyeru (manusia) ke Darussalam (yakni surga), dan memimpin orang yang dikhendaki-nya kepada jalan yang lurus".
 
6. Surga Daarul Muqoomah
 
Sesuai dengan penegasan allah swt. di dalam Al Qur'an, surat Faathir, ayat 34-35:




وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ ۖ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ.الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلَا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ.

"Dan berkatalah mereka : Segala puji bagi allah yang telah mengapus (rasa) duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami adalah Maha Pengmpun lagi Maha Mensyukuri: Yang memberi tempat kami di dalam tempat yang kekal (surga) dan karunia-nya".


7. Surga maqoomul Amiin
 
Sesuai dangan penegasan Allah swt. didalam Al Qur'an, surat Ad Dukhan, ayat 51:




إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي مَقَامٍ أَمِينٍ.

"sesungguhnya orang - orang yang bertawakal tinggal didalam tempat yang aman (surga)".


8. Surga Khuldi
 
Di dalam Al Qur'an tepatnya surat Al Furqaan, ayat 15, Allah swt. telah menegaskan :
 قُلْ أَذَٰلِكَ خَيْرٌ أَمْ جَنَّةُ الْخُلْدِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۚ كَانَتْ لَهُمْ جَزَاءًوَمَصِيرًا.

 "Katakanlah : "Apa (siksa) yang seperti itu yang baik, atau surga yang kekal, yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, sebagai balasan dan kediaman kembali mereka".





NERAKA 

 
1. Huthamah
 
Nama ini tercantum dalam Al-Qur'an Surat Al-Humazah (104) ayat 4-5. didalamya ditempati orang-orang yahudi.




كَلَّا ۖ لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ.وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ.
sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? 
2. Hawiyah
 
Nama neraka ini tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Qori'ah (101) ayat 9-10.


فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ.وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ.
 maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu?

didalamnya ditempati orang-orang munafik dan orang-orang kafir.


3. Jahannam
 
Nama neraka ini tercantum dalam Al-Quran Surat al-hijr (15) ayat 43.




وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَمَوْعِدُهُمْ أَجْمَعِينَ 
.
Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya
 
 
4. Jahim
 
Nama neraka ini tercantum dalam Al-Quran surat As-Syu'araa (26) ayat 91.




وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِلْغَاوِينَ.
dan diperlihatkan dengan jelas neraka Jahim kepada orang-orang yang sesat",  

 didalamnya ditempati orang-orang musyrik.

 
5. Saqar
 
Nama neraka ini tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Muddatstsir (26) ayat 26-27,




سَأُصْلِيهِ سَقَرَ.وَمَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ.

Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu?  
 Al-Quran Surat Al-Muddatstsir (26) ayat 42


 مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ.

"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"
didalamnya ditempati orang-orang penyembah berhala.
 
6. Sa'ir
 
Nama neraka ini tercantum dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa' (4) ayat 10;




إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا.


Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api menyala-nyala (Neraka).

Surat Al-Mulk (67) ayat 5,



 وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ ۖ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ.

Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.
 Surat Al-Mulk (67) ayat 10,11 dan lain-lain.


وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ.

Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". 

فَاعْتَرَفُوا بِذَنْبِهِمْ فَسُحْقًا لِأَصْحَابِ السَّعِيرِ.

Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.

Di dalamnya ditempati orang-orang Nasrani.

7. Wail

Nama neraka ini tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Muthaffifin, ayat 1-3.

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang 

الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ

(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 

وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ

dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.



Baca juga : Tembok al a'raf

TAQDIR, QADHA DAN QADAR



A. Munculnya istilah qadha dan qadar
  • Pembahasan (diskusi) tentang qadha dan qadar tidak pernah muncul sebelumnya, di masa rasulullah SAW dan para sahabat. Pembahasan ini baru muncul sekitar awal abad ke-2 Hijriah ketika kaum muslimin mulai bersentuhan dengan filsafat Yunani. Yang vmelakukan banyak diskusi atau perdebatan dengan filsuf-filsuf asing (untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan filsafat), dan akhirnya malah terjebak di dalam pemikiran filsafat itu sendiri.
  • Salah satu pemikiran yang terpengaruh oleh filsafat adalah tentang qadha dan qadar, sehingga memunculkan istilah “qadha dan qadar”. Pembahasan tentang “Qadha dan qadar “ yang muncul sudah tidak berlandaskan kepada Al Quran dan sunnah lagi, karena Al Quran dan Sunnah tidak pernah menggunakan istilah “Qadha dan qadar” secara bersamaan, melainkan secara terpisah. Kadang al quran dan sunnah menggunakan istilah Qadha, kadang menggunakan qadar, yang makna katanya kurang lebih sama yaitu: menetapkan/ menentukan/ ketetapan/ ketentuan. Meskipun ada hadits yang juga pernah menggunakan istilah qadha dan sekaligus qadar, tetapi maknanya di sini tetaplah ketetapan Allah. Sementara para pemikir Islam yang terpengaruh filsafat (mutakallimin) ini membahas istilah qadha dan qadar dari sudut pandang manusia, dengan mengutamakan akal manusia (logika mantik) sebagai landasan berpikirnya.
B. Permasalahan yang timbul menyangkut qadha dan qadar

Masalah “qodlo’ dan qodar” muncul sekitar abad IV Hijriyah. Masalah mulai muncul ketika banyak ulama’ yang menerjemahkan buku-buku filsafat yunani ke dalam bahasa arab. Kemudian ulama’ tertantang untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam kajian filsafat yunani tersebut. Bahkan masalah tersebut pernah menjadi bahasan di kalangan pendeta nasrani tapi gagal untuk menyelesaikannya.

Masalah atau pertanyaan yang menyangkut istilah qadha dan qadar, diantaranya
  • Jika manusia menulis, kemampuan menulis itu atas kehendak siapa?
    Kehendak Tuhan atau kehendak manusia?]
  • Jika manusia sholat, itu atas kehendak siapa?
    Kehendak Allah atau kehendak manusia?
  • Jika manusia shodaqah, itu kehendak siapa?
    Kehendak Allah atau kehendak manusia?
  • Jika manusia mencuri, itu kehendak siapa?
    Kehendak Allah atau kehendak manusia?
  • Jika manusia berzina, itu kehendak siapa?
    Kehendak Allah atau kehendak manusia?
Konsekuensi jawaban yang muncul dari permasalahan di atas adalah:

a. Jika jawabannya adalah: itu semua kehendak Allah!
  • Mengapa Allah menghendaki, ada manusia yang “dipaksa” untuk berbuat baik?
  • Mengapa ada manusia yang “dipaksa” untuk berbuat jahat?
  • Dimana keadilan Allah?
  • Mengapa kalau manusia “dipaksa” berbuat jahat, ketika di akherat harus disiksa di dalam neraka?
  • Apakah Allah itu dzalim?
  • Subhanallah, apakah demikian?
b. Jika sebaliknya, Itu semua adalah kehendak manusia!
  • Berarti manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat.
  • Jika manusia memiliki “lingkaran kebebasan” berbuat, maka kehendak Allah itu terbatas.
  • Berarti Allah tidak akan mengetahui apa yang akan diperbuat manusia, apakah dia akan pulang ke rumah atau terus pergi ke kantor?
  • Berarti, Allah juga belum mengetahui, apakah seorang manusia itu akan masuk surga atau akan masuk neraka nantinya.
  • Berarti, Iradah (kehendak) Allah itu terbatas, termasuk Ilmu Allah itu juga terbatas?
  • Subhanallah, apakah demikian?
c. Jika tidak kedua jawaban diatas, maka
  • Berarti Allah Maha Berilmu, Allah Maha Mengetahui apa yang sudah terjadi, sedang terjadi maupun yang belum terjadi, termasuk yang lahir maupun yang batin.
  • Berarti Allah pasti sudah mengetahui, apa yang belum dilakukan manusia, apakah nantinya akan menjadi baik atau akan menjadi jahat?
  • Termasuk, Allah juga mengetahui secara pasti, manusia itu besok akan masuk surga atau masuk neraka.
  • Jika Allah sudah tahu pasti, untuk apa sekarang manusia harus rajin beribadah? Harus rajin sholat? Harus rajin berdoa agar besuk dimasukkan ke dalam surga?
  • Tidak ada gunanya! Karena Allah sudah tahu pasti surga dan nerakanya orang tersebut.
  • Subhanallah, apakah demikian?
Masalah yang menyangkut qadha dan qadar terus berkembang, seperti:
  • Menyangkut masalah hidayah…
    Apakah hidayah itu kehendak Allah atau atas hasil usaha manusia?
  • Masalah tawakkal…
    Apakah manusia harus berpasrah secara total kepada Allah, ataukah manusia harus senantiasa berusaha?
  • Masalah rejeki…
    Apakah rejeki itu ketentuan Allah ataukah dari hasil usaha manusia?
  • Masalah Ajal…
    Apakah ajal itu ketetapan Allah, ataukah tergantung dari usaha manusia?
  • Masalah doa…
    Apakah do’a bisa mengubah ketentuan Allah ataukan tidak?
  • Dan masih banyak masalah lainnya.
Di kalangan Ummat Islam, permasalahan qadha dan qadar telah memainkan peranan penting dalam mazhab-mazhab islam terdahulu. Sejarah mencatat, ummat Islam akhirnya terbelah menjadi 2 kelompok ekstrim.

a. Kelompok pertama diwakili oleh golongan mu’tazilah dan qodariyah.

Kelompok ini memahami bahwa manusia itu memiliki kebebasan berkehendak. Manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Manusia dihisab berdasarkan perbuatannya, sebab ia sendiri yang menciptakannya.


b. Kelompok kedua diwakili golongan jabariyah.

Kelompok ini memahami bahwa manusia itu tidak memiliki kebebasan, semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah. Jadi Allah menciptakan manusia beserta perbuatannya. Manusia “ dipaksa “ melakukan perbuatannya dan tidak bebas memilih, yang diibaratkan seperti bulu yang diterbangkan angin kemana saja.


Kemudian pertanyaannya “Manakah kelompok yang benar?

Sebelum membahas lebih dalam tentang qadha dan qadar, kita perlu terlebih dulu mengetahui dalil- dalil yang berhubungan dengan qadha dan qadar.


Dalil- dalil tentang qadha dan qadar

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ كِتَٰبًا مُّؤَجَّلًا ۗ وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ ٱلدُّنْيَا نُؤْتِهِۦ مِنْهَا وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ ٱلْءَاخِرَةِ نُؤْتِهِۦ مِنْهَا ۚ وَسَنَجْزِى ٱلشَّٰكِرِينَ “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya” (QS. Ali Imran: 145)
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُون “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”. (QS. Al-A’raf: 34)
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadiid: 22)
قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَىٰنَا ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ “Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal.“ (QS. At-taubah: 51)
لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِى ٱلْأَرْضِ وَلَآ أَصْغَرُ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكْبَرُ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ “Tidak ada tersembunyi daripada-Nya seberat zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Saba’: 3).
وَهُوَ ٱلَّذِى يَتَوَفَّىٰكُم بِٱلَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُم بِٱلنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَىٰٓ أَجَلٌ مُّسَمًّى ۖ ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ “Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan”. (QS. Al-an’am: 60).

Apabila kita meneliti secara mendalam masalah qadha dan qadar, akan kita dapati bahwa ketelitian pembahasannya menuntut kita untuk mengetahui terlebih dahulu dasar pembahasan masalah ini. Ternyata inti sesungguhnya masalah qadha dan qadar itu bukan / tidak menyangkut 4 hal:

1. Perbuatan manusia, dilihat dari apakah diciptakan Allah atau diciptakan manusia?
2. Iradah Allah, apakah meliputi seluruh kejadian atau tidak?.
Sementara Iradah Allah dianggap berhubungan dengan perbuatan manusia, sehingga suatu perbuatan harus terjadi karena adanya Iradah tadi.
3. Ilmu Allah, apakah sudah mengetahui sebelum, selama dan sesudah kejadian atau tidak?. Dilihat dari kenyataan bahwa Allah SWT mengetahui apa yang akan dilakukan oleh hambanya, Ilmu Allah itu meliputi segala perbuatan hamba.
4. Kitab Lauhul Mahfudz, apakah sudah mencatat semua kejadian dan tidak mungkin dirubah atau tidak?. Yang tidak boleh tidak ia harus melakukannya sesuai dengan apa yang tertulis didalamnya.
Hal- hal di atas bukan menjadi dasar pembahasan qadha dan qadar, sebab tidak ada hubungannya dilihat dari segi pahala dan siksa. Dengan kata lain, tidak berkaitan dengan pertanyaan- pertanyaan:
  • Apakah manusia dipaksa melakukan perbuatan baik dan buruk ataukah diberi kebebasan memilih?, atau
  • Apakah manusia diberi pilihan melakukan suatu pekerjaan atau meninggalkannya, atau sama sekali tidak diberi hak memilih?
qadar 1a
Kita bisa lihat bahwa perbuatan manusia tidak dipengaruhi oleh bebas ataupun terpaksa manusia untuk melakukan/berbuat:
  • Apakah manusia bebas berbuat (pemahaman golongan mu’tazilah) ?. Ternyata kita tidak bebas berbuat, buktinya tidak bisa mengendalikan detak jantung kita sendiri.
  • Apakah manusia terpaksa ( pemahaman golongan jabariyah) ?. Kenyataannya ada pilihan yang diberikan kepada manusia. Jika berbuat baik diberi pahala dan jika buruk akan mendapat siksa.
Pembahasan qadha Allah SWT

Apabila kita mengamati seluruh perbuatan manusia, akan kita jumpai bahwa fakta perbuatan manusia itu berada dalam 2 area:
  •  Area yang dikuasai manusia, yang berada di bawah kekuasaan manusia dan semua perbuatan/kejadian yang muncul berada dalam lingkup pilihannya sendiri. Dalam area ini, perbuatan manusia akan dihisab oleh Allah SWT. Apabila sesuai syariat, akan mendapatkan pahala dan jika melanggar syariat Allah maka akan mendapat siksa.
  • Area yang menguasai manusia, yang di dalamnya tidak ada campur tangan manusia sedikitpun, baik perbuatan/ kejadian itu berasal dari manusia atau yang menimpanya. Yang kejadian- kejadian di dalam area ini dibagi menjadi:
Terikat / ditentukan oleh nizhamul wujud – sunnatullah. Semua kejadian pada bagian ini muncul tanpa kehendak manusia. Ia terpaksa diatur dan tidak bebas memilih. Misalnya: manusia datang dan meninggalkan dunia ini tanpa kemauannya. Ia tidak dapat menciptakan warna biji matanya, bentuk kepala dan tubuhnya.

Di luar/ tidak ditentukan oleh nizhamul wujud. Semua kejadian atau perbuatan yang berasal dari manusia atau yang menimpanya, yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk menolak. Misalnya: Orang yang menembak burung tapi secara tidak sengaja mengenai seseorang hingga mati.

Jadi segala kejadian yang terjadi pada area yang menguasai manusia inilah yang dinamakan Qadha (keputusan Allah). Oleh karena itu, manusia tidak dihisab atau dimintai pertanggungjawaban atas kejadian ini, betapapun besar manfaat /kerugiannya; disukai/dibenci; baik/buruk menurut tafsiran manusia. Manusia tidak tahu-menahu tentang hakekat dan asal muasal kejadian serta sama sekali tidak mampu menolak atau mendatangkannya. Manusia hanya diwajibkan untuk beriman akan adanya qadha yang hanya berasal dari Allah SWT.
Pembahasan qadar

Semua perbuatan, baik yang berada di area yang menguasai manusia ataupun yang dikuasai manusia, semuanya terjadi dari benda menimpa benda- berupa unsur alam semesta, manusia maupun kehidupan. Allah SWT telah menciptakan khasiyat tertentu pada benda-benda termasuk pada manusia.

 Setiap benda mempunyai khasiyat yang bersifat baku sesuai dengan nizhamul wujud/sunnatullah yang tidak bisa dilanggar lagi. Misalnya: api diciptakan berkhasiyat membakar, pisau terdapat khasiyat memotong, dll. Khasiyat yang ada pada benda tersebut bebas digunakan manusia, dan nantinya akan dihisab Allah. Bila digunakan sesuai syariat maka akan mendapatkan pahala, namun jika melanggar syariat maka akan mendapat siksa.

Apabila suatu waktu khasiyat ini melanggar nizhamul wujud, maka itu karena Allah mencabut khasiyat tersebut. Hal ini terjadi diluar kebiasaan dan hanya terjadi pada para nabi (mukjizat)

♦ Allah SWT menciptakan pada diri manusia berupa gharizah (naluri/instink) dan kebutuhan jasmani. Yang pada keduanya diberikan khasiyat-khasiyat tertentu. Misalnya: Pada naluri mempertahankan dan melestarikan keturunan (gharizatun nau’) diciptakan khasiyat dorongan seksual. Dalam kebutuhan jasmani diciptakan khasiyat seperti lapar, haus dsb.

♦ Pada mata memiliki khasiyat melihat, telinga memiliki khasiyat mendengar, kaki memiliki khasiyat berjalan,dsb. Allah SWT juga menciptakan akal manusia yang juga terdapat khasiyat di dalamnya.
♦ Seluruh khasiyat yang diciptakan Allah SWT, baik yang terdapat pada benda maupun pada manusia termasuk naluri dan kebutuhan jasmani itulah yang dinamakan qadar. Sebab Allah lah yang menciptakan benda dan manusia, kemudian menetapkan khasiyat-khasiyat di dalamnya. Dan manusia tidak memiliki andil atau pengaruh di dalamnya. Qadar berada pada area yang menguasai manusia, sehingga tidak dihisab oleh Allah SWT. Manusia hanya wajib mengimani akan adanya qadar.
♦ Dalam area yang dikuasai manusia, terjadi peristiwa dan perbuatan yang berasal dari manusia atau menimpanya karena kehendaknya sendiri. Manusia memiliki kehendak bebas dalam menggunakan khasiyat tersebut. Misalnya ia berjalan, makan, minum dan bepergian, kapan saja sesuka hatinya. Ia membakar dengan api ,memotong dengan pisau, sesuai kehendaknya. Begitu pula ia memuaskan keinginan seksualnya atau keinginan perutnya sesuai dengan kemauannya. Ia bisa melakukannya atau tidak dengan sukarela.
♦ Khasiyat-khasiyat ini memiliki qabiliyah (potensi) yang dapat digunakan dalam bentuk amal kebaikan (sesuai syariat) maupun kejahatan (melanggar syariat) yang kemudian akan dihisab. Dan Allah menciptakan akal yang memiliki kemampuan memahami dan mempertimbangkan. Oleh karena itu, Allah SWT telah menunjukkan kepada manusia jalan yang baik dan yang buruk. Allah SWT berfiman dalam surat Al-Balad ayat 10 وَهَدَيْنَٰهُ ٱلنَّجْدَيْنِ
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (QS: Al-Balad Ayat: 10)
♦ Allah jadikan, di dalam akal kemampuan untuk menimbang-nimbang, mana perbuatan maksiyat dan mana yang baik (taqwa), sebagaimana firman-Nya: فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا o وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّىٰهَا “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS: Asy-Syams Ayat: 7- 8)
Selanjutnya, bagaimana kita harus mengaitkan dua kehendak?
  • Bagaimana kita dapat mengaitkan antara kehendak Allah dengan kehendak manusia?. Iradah Allah (kehendak Allah) memang meliputi segala sesuatu, termasuk terhadap kehendak manusia.
  • Bagaimana kehendak Allah terhadap kehendak manusia?. Ternyata, Allah telah berkehendak kepada manusia untuk memiliki kehendak bebas.
  • Sehingga, ketika akal manusia memiliki kemampuan untuk bebas memilih perbuatannya, itu adalah kehendak Allah juga. “Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ? “ (QS. Yunus: ayat 99)
C. Sifat-sifat Allah SWT

Sifat-sifat Allah, bahwa iradah dan masyiah Allah (Allah Maha Berkehendak dan Maha melakukan apa yang dikehendaki-Nya), adanya lauhul mahfudz, kita mengimani semua itu sepenuhnya. Bahwa setiap kejadian dari yang paling kecil sampai yang paling besar semua itu sesuai dengan iradah dan masyiah Allah, serta sudah tercatat di dalam lauhul mahfudz. Akan tetapi, kita tidak mengetahui apa yang tertulis di sana sebelum peristiwa itu terjadi.
Oleh karena itu, kita tidak perlu memikirkan apa yang telah ditulis oleh Allah tentang qadha kita, karena kita tidak mampu menjangkau sifat-sifat Allah dan juga pekerjaan Allah. Yang perlu kita pikirkan adalah masalah perbuatan kita, mana yang akan dihisab dan mana yang tidak.


D. Konsekwensi Memahami konsep Qadha & Qadar

Sehingga dengan pemahaman seperti ini, seorang muslim akan senantiasa bersikap optimis dan juga berhati-hati dalam setiap perbuatannya, karena setiap perbuatan tersebut akan dihisab. Prinsip sikap seorang mukmin terhadap qadhanya adalah syukur atau sabar, dua-dua nya adalah kebaikan (al-hadits).

Contoh kasus untuk memudahkan memahami qadha dan qadar

Kasus manusia bunuh diri dengan menusukkan pisau sampai mati, bagaimana hal itu dapat dijelaskan? Untuk menjelaskan kasus tersebut harus diuraikan kejadian demi kejadian:
1. Mengapa dia bunuh diri?
2. Karena diputus cinta oleh pacarnya, sehingga hatinya sangat pedih.
3. Diputus cinta  qadha Allah  tidak dihisab oleh Allah.
4. Hatinya bisa mengalami kepedihan  Qadar Allah  tidak dihisab oleh Allah.
5. Ketika hatinya pedih, dia memiliki kebebasan untuk memilih: apakah akan bertaubat atau akan bunuh diri.
6. Dia ternyata memilih untuk bunuh diri  dihisab oleh Allah.
7. Dengan apa dia akan bunuh diri?
8. Dia memiliki kebebasan untuk memilih: apakah minum racun atau menusukkan pisau.
9. Racun dan pisau memiliki khasiyat  Qadar Allah  tidak dihisab.
10. Ternyata dia memilih pisau  dihisab oleh Allah.
11. Pisau memiliki khasiyat merusak tubuh manusia  Qadar Allah tidak dihisab.
12. Dia memahami bahwa menusukkan pisau bisa mematikan dirinya  dihisab oleh Allah.
13. Ketika pisau menghunjam ke dalam dirinya dia mati  Qadha Allah  tidak dihisab.

Kesimpulan: karena dia mati dengan proses seperti di atas: dia dihisab sebagai orang yang melakukan bunuh diri → perbuatan dosa → akan disiksa dalam neraka. Na’udzubillahi min dzalik!

E. Kesimpulan / penutup

Pembahasan yang benar dalam masalah qadha dan qadar akan menjadikan kita mampu menempatkan diri secara tepat. Bahwa qadha dan qadar adalah perbuatan hamba yang terdapat di dalam lingkaran yang menguasainya dan seluruh khasiyat yang ditimbulkan pada sesuatu. Dan terhadap kejadian-kejadian yang menimpa kita, harus kita imani bahwa itu adalah ketentuan Allah. Jika kejadiannya menyenangkan, harus kita syukuri. Jika kejadiannya menyusahkan, kita harus bersabar. Semuanya harus kita kembalikan kepada Allah SWT. “Sungguh menakjubkan perkara seorang muslim, sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik. Dan hal ini tidak terjadi pada seseorang kecuali pada diri seorang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur dan itu baik baginya. Apabila ia mendapat kesusahan ia bersabar dan itupun baik baginya.” (H.R. Muslim diriwayatkan dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan).
Adapun seluruh perbuatan berada dalam lingkaran yang dikuasai manusia merupakan area yang di dalamnya manusia diberikan kebebasan/pilihan (ikhtiar) dalam melakukan perbuatannya. Tentunya dengan menggunakan khasiyat akal untuk memahami dan mempertimbangkannya, apakah sesuai dengan perintah ataupun larangan Allah SWT. Sehingga manusia lebih waspada terhadap perbuatan-perbuatan yang berasal dari kehendak bebasnya. Karena perbuatan itu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS: Al-Muddatstsir Ayat: 38)

Wallahua’lam bisawab.

Baca juga: Rukun Islam & Rukun Iman


ISA DAN AL-FATIHAH


ISA DAN AL-FATIHAH – RAHASIA TERSEMBUNYI?

Seberapa pentingkah Al-Fatihah, surah pertama Al-Quran, buat orang Islam? Perhatikanlah hadits berikut: “Tidak ada (tidak sah) shalat bagi [orang] yang tidak membaca Fatihah al-Kitab” (HR. Bukhari).

Sholat Tanpa Mengucapkan Al-Fatihah Sia-sia

 
Ada 1.4 milyar orang Islam di dunia. Jika Al-Fatihah diucapkan 17 kali per hari saat sholat oleh setiap orang Muslim, berarti Al-Fatihah diucapkan hampir 24 milyar kali setiap hari. Jika hanya 50 persen orang Islam taat sholat, itu masih berarti 12 milyar kali. 
Dengan demikian, kita salah bukan bila kita mengatakan bahwa Al-Fatihah doa terpopuler dalam sejarah dunia?!
Tetapi, apakah Al-Fatihah memuat arti rahasia tentang Allah dan kehidupan ini, yaitu arti yang tersembunyi?

 

Siapakah Yang Dapat Membuka Rahasianya?

 
Al-Quran menekankan bahwa Isa Al-Masih adalah yang terkemuka di bumi dan di akhirat! (Qs 3:45) Al-Quran juga menekankan bahwa Isa Al-Masih benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Artinya Isa Al-Masih mempunyai pengetahuan yang melebihi manusia biasa (Qs 43:61).

Kitab Injil mendukung dengan menekankan bahwa Isa Al-Masih adalah “hikmat Allah” (Injil, Surat I Korintus 1:24). Apakah rahasia Al-Fatihah yang tersembunyi dapat dibuka dalam terang Isa Al-Masih, hikmat Allah?

Walaupun Al-Fatihah diucapkan dalam bahasa Arab, tapi dalam renungan ini hanya menggunakan bahasa Indonesia!

Pantaskah mengucapkan sebuah doa berulang kali, hari demi hari tanpa tahu artinya secara dalam? Karangan pendek yang akan Anda terima, akan menolong Anda mendoakan Al-Fatihah dengan makrifat.
Orang Kristen juga perlu tahu isi Al-Fatihah, karena surah ini memainkan peranan inti dalam akidah Islam. Anda perlu mengerti doa mulia ini yang dijunjung tinggi oleh saudara-saudara sebangsa!



 Al-Fatihah yang berarti “Pembuka” begitu dicintai oleh orang Islam. Sehingga diberi banyak nama sbb:
Ummul Kitab (Induk Kitab), Ummul Qur'an (Induk Al-Qur'an), As-Sabu'ul Matsani (Tujuh yang Diulang), Ash-Shalah (Shalat), al-Hamd (Pujian), Al-Wafiyah (Yang Sempurna), al-Kanz (Simpanan Yang Tebal), asy-Syafiyah (Yang Menyembuhkan), Asy-Syifa (Obat), al-Kafiyah (Yang Mencukupi), al-Asas (Pokok), al-Ruqyah (Mantra), asy-Syukru (Syukur), ad-Du'au (Doa), dan al-Waqiyah (Yang Melindungi dari Kesesatan).
Bukankah jelas bahwa tujuh ayat singkat Al-Fatihah yang begitu dihargai, harus diselidiki secara mendalam? Janganlah menjalankan hidup Anda dan terus buta huruf mengenai rahasia-rahasia yang tersembunyi dalam Al-Fatihah!

 

TAUHID


Pengertian Tauhid 

 

Tauhid adalah sikap dasar seorang muslim yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak disembah dan dipatuhi segara perintah dan larangan-Nya. Tauhid juga menjadikan seorang muslim hanya menjadikan Allah Swt sebagai tujuan.


Secara harfiyah, tauhid artinya “satu”, yakni Tuhan yang satu, tiada Tuhan selain-Nya (keesaan Allah). Tauhid terangkum dalam kalimat tahlil, yakni Laa Ilaaha Illaallaah (tiada Tuhan selain Allah).
Tauhid menjadi inti ajaran agama para nabi dan rasul, sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir, tidak ada lagi nabi/rasul setelahnya.

 
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-Nahl: 36).
 
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS Al Anbiyaa’ : 25).
 
“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS At Taubah: 31)
 
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS Az Zumar: 2-3).
 

 “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (QS Al Bayyinah: 5).

 

Tauhid adalah penopang utama yang memberikan semangat dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Orang yang bertauhid akan beramal untuk dan hanya karena Allah semata.







Macam-Macam Tauhid
 

Tauhid terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Al Asma Was Shifat.
 
1. Tauhid Rububiyyah adalah keyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya pencipta dan pemelihara alam semesta; bahwa Allah adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka.
 

 “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1).
 
2. Tauhid Uluhiyyah adalah keyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya yang berhak disembah dan dimintai pertolongan.
 
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Qs. Al-Fatihah: 5).
 
3. Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah keyakinan bahwa hanya Allah yang memiliki nama dan sifat yang sesuai dengan yang Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan hadits, yakni Asmaul Husna.
 

 “Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180).  



Wallahu a’lam.

Baca juga : AHLAK

TAKWA



Pengertian Takwa Menurut Bahasa dan Istilah


TAKWA (taqwa) bukan kata atau istilah asing bagi kita. Apa pengertian takwa yang sebenarnya?

Pengertian Takwa Menurut Bahasa
Menurut bahasa, takwa berasal dari bahasa Arab yang berarti memelihara diri dari siksaan Allah SWT, yaitu dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (Imtitsalu awamirillah wajtinabu nawahihi).
Takwa (taqwa) berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara, yakni menjaga diri agar selamat dunia dan akhirat.

Kata Waqa juga bermakna melindungi sesuatu, yakni melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan.

Pengertian Takwa Menurut Istilah

Pengertian takwa menurut istilah kita dapatkan di banyak literatur, termasuk Al-Quran, Hadits, dan pendapat sahabat serta para ulama. Semua pengertian takwa itu mengarah pada satu konsep: yakni melaksanakan semua perintah Allah, menjauhi larangannya, dan menjaga diri agar terhindari dari api neraka atau murka Allah SWT.

Ibn Abbas mendefinisikan takwa sebagai "takut berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya" (Tafsir Ibn Katsir).

Ketika Abu Dzarr Al-Ghifari meminta nasihat kepada baginda Rasulullah, maka pesan paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah takwa. Rasulullah Saw bersabda: 

"Saya wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau kepada Allah karena takwa itu adalah pokok dari segala perkara." (Tanbihul Ghofilin, Abi Laits As-Samarkindi).


Imam Qurthubi mengutip pendapat Abu Yazid al-Bustami, bahwa orang yang bertakwa itu adalah: "Orang yang apabila berkata, berkata karena Allah, dan apabila berbuat, berbuat dan beramal karena Allah." 

Abu Sulaiman Ad-Dardani menyebutkan: "Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang kecintaan terhadap hawa nafsunya dicabut dari hatinya oleh Allah."

Ibn Qayyim al-Jauziyyah menegaskan, bahwa hakikat taqwa adalah taqwa hati, bukan takwa anggota badan." (Al-Fawaid).

 

 

Pengertian Takwa Menurut Al-Quran dan Hadits

Pengertian takwa menurut sahabat Nabi Saw dan ulama di atas tentu saja merujuk pada Quran dan Hadits.

Al-Quran menyebutkan, takwa itu adalah beriman kepada hal gaib (Yang Mahagaib: Allah SWT), Hari Akhir, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, beriman pada kitab-kitab Allah, dengan menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dalam menjalankan hidupnya (QS. Al-Baqarah:2-7).

Menurut hadits Nabi Saw, pengertian takwa berintikan pelaksanaan perintah Allah SWT atau kewajiban agama. 

"Laksanakan segala apa yang diwajibkan Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling bertakwa". (HR. Ath-Thabrani).

Orang bertakwa senantiasa meluangkan waktu untuk beribadah dalam pengertian ibadah mahdhoh --kewajiban utama seperti sholat dan  zakat, serta puasa Ramadhan dan haji bagi yang mampu.

Allah Azza Wajalla juga berfirman dala Hadits Qudsi): "Hai anak Adam, luangkan waktu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku menghindarkan kamu dari kemelaratan. Kalau tidak, Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan kerja dan Aku tidak menghindarkan kamu dari kemelaratan." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Wallahu a'lam bish-shawab.



Baca juga : TAUHID

AKHLAK




Pengertian Akhlak




Akhlak dilihat dari segi bahasa adalah berasal dari bahasa Arab. Ia merupakan bentuk jamak Khuluk ( خلق ) yang berarti budi pekerti, tabiat atau watak.10  Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalaq (penciptaan). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa pengertian Akhlak adalah “budi pekerti; kelakuan”.

Adapun pengertian Akhlak dari segi terminologi sebagaimana dalam Ensiklopedi Pendidikan bahwa 
“Akhlak adalah budi pekerti, watak kesusilaan (kesadaran, etika dan moral) yaitu kelakuan baik yangmerupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia”.

Pengertian akhlak menurut Ibnu Maskawaih adalah :
“Keadaan atau sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa berfikir dan melalui pertimbangan terlebih
dahulu.”
Sedangkan menurut Imam Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin sebagaimana dikutip Y unahar Ilyas :
“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Akhlak dalam konsepsi Al Ghazali tidak hanya terbatas yang dikenal dengan “teori menengah” dalam keutamaan seperti yang disebut oleh Aristoteles, dan pada sejumlah sifat keutamaan yang bersifat pribadi, tetapi juga menjangkau sejumlah sifat keutamaan akali dan amali, perorangan dan masyarakat. Semua sifat ini bekerja dalam suatu kerangka umum yang mengarah kepada suatu sasaran dan tujuah yang telah ditentukan.

Menurut Imam Ghazali akhlak memiliki tiga dimensi yaitu :
  1. Dimensi diri, yaitu orang dengan dirinya dengan Tuhan, seperti ibadah dan shalat.
  2. Dimensi sosial, yaitu masyarakat, pemerintah dan pergaulan dengan sesamanya.
  3. Dimensi metafisi, yaitu aqidah dan pegangan dasar.
Dari dimensi-dimensi tersebut dapat difahami bahwa akhlak adalahsifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bila mana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.

Akhlak mempunyai empat syarat :


  1. Perbuatan baik dan buruk
  2. Kesanggupan melakukannya
  3. Mengetahuinya
  4. Sikap mental yang membuat jiwa cenderung kepada salah satu dan sifat tersebut, sehingga mudah melakukan yang baik atau yang buruk.

Tetapi Ahmad Amin menyebutkan bahwa “akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan”. Berarti bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut Akhlak. Pada dasarnya hakekat Akhlak bisa dibina dan dibentuk sebagaimana ucapan Al Ghazali yang dikutip oleh Abudin Nata dalam  bukunya :

“bahwa kepribadian itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan dan pembiasaan.”
Pengajaran Akhlak berarti pengajaran tentang bentuk batin seseorang yang kelihatan pada tindak-tanduknya (tingkah lakunya). Dalam pelaksanaannya, pengajaran ini berarti proses kegiatan belajar-mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajar berakhlak baik. Untuk itu tentu dalam pengajaran akhlak yang dilihat adalah pemahaman ajaran agamanya.

Sasaran pengajaran akhlak, sebenarnya ialah keadaan jiwa, tempat berkumpul segala rasa, pusat yang melahirkan berbagai karsa, dari sana kepribadian terwujud, disana iman terhunjam. Iman dan akhlak berada dalam hati, keduanya dapat bersatu mewujudkan tindakan, bila iman yang kuat mendorong, kelihatanlah gejala iman; bila Akhlak yang kuat mendorong, maka kelihatanlah gejala Akhlak. Dengan demikian tidak salah kalau pada sekolah rendah, kedua bidang pembahasan ini dijadikan satu bidang studi yang dinamai bidang studi “Aqidah Akhlak”.

Jadi “Aqidah dan “Akhlak” dapat diketahui bahwa keduanya mempunyai hubungan yang erat, karena aqidah atau iman dan akhlak berada dalam hati. Dengan demikian tidak salah kalau pada sekolah tingkat Madrasah Aliyah kedua bidang bahasan ini masih dijadikan satu mata pelajaran yaitu “Aqidah Akhlak.” Jadi mata pelajaran Aqidah Akhlak mengandung arti pengajaran yang membicarakan tentang keyakinan dari suatu kepercayaan dan nilai suatu perbuatan baik atau buruk, yang dengannya diharapkan tumbuh suatu keyakinan yang tidak dicampuri keragu-raguan serta perbuatannya dapat dikontrol oleh ajaran agama.

Adapun pengertian mata pelajaran Aqidah Akhlak sebagaimana yang terdapat dalam Kurikulum Madrasah 2004 adalah : Mata pelajaran Aqidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT, serta merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan dan pembiasaan. Dalam kehidupan masyarakat yang mejemuk dalam bidang keagamaan, pendidikan ini diarahkan pada peneguhan aqidah di satu sisi dan peningkatan toleransi serta kesatuan dan persatuan bangsa.

Mata pelajaran Aqidah Akhlak merupakan salah satu rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang terliput dalam lingkup : AlQur’an dan Hadits, Keimanan atau Aqidah, Akhlak, Fiqih dan Tarikh. Hal ini sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan kesimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya, maupun lingkungannya (Hablun Minallah Wa Hablun Minannas).

Sebagai sebuah bidang studi di sekolah, pengajaran agama Islam mempunyai tiga fungsi, yaitu : pertama, menanam tumbuh rasa keimanan yang kuat, kedua, menanam kembangkan kebiasaan (habit
varming) dalam melakukan amal ibadah, amal sholeh dan akhlaq yang mulia, dan ketiga, menumbuh-kembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugrah Allah SWT kepada manusia, dengan fungsi sebagai berikut :
  1. Mendorong agar siswa menyakini dan mencintai aqidah islam.
  2. Mendorong siswa untuk benar-benar yakin dan taqwa kepada Allah SWT.
  3. Mendorong siswa untuk mensyukuri nikmat Allah SWT.
  4. Menumbuhkan pembentukan kebiasaan berakhlaq mulia dan beradat kebiasaan yang baik.


Adapun tujuan pembelajaran Aqidah Akhlak secara umum dan pendidikan agama islam secara adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melaui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaan kepada Allah SWT. Serta berakhlak mulia dam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk melajutkan pada pendidikan.

Sedangkan Tujuan Pendidikan Islam adalah merealisasikan penghambaan, dengan demikian tujuan pembelajaran Aqidah Akhlak selaras serta sejalan dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun sosial. 

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa mata pelajaran Aqidah Akhlak dengan mata pelajaran yang lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan bahkan saling membantu dan menunjang, karena mata pelajaran lainnya secara keseluruhan berfungsi menyempurnakan tujuan pendidikan. Namun demikian bahwa tuntunan mata pelajaran aqidah akhlak berbeda dengan yang lain, sebab materinya bukan saja untuk diketahui, dihayati, dan dihafalkan, melainkan juga harus diamalkan oleh para siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga : TAKWA


Electricity Lightning