Jumat, 21 Oktober 2016

Makna Kasih Sayang Ilahi


Kasih sayang Ilahi

Kalam Al-Habib Umar bin Muhammad Bin Hafidz
 
Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
Allah SWT berkata, “Aku telah menyiapkan untuk hamba-hambaKu yang sholeh apa-apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak juga…” [1]

Seseorang yang menerima karunia yang datang dari Yang Maha Penyayang dan kasih sayang yang dipunyai oleh Allah adalah untuk hamba-hambaNya, tidaklah dapat benar-benar meliputi kasih sayang yang Allah berikan kepadanya dan karunia yang dilimpahkan kepadanya karena kasih sayang ini.

Bahkan ketika di surga, ketika ia masuk ke suatu tempat yang Allah curahkan kepada hamba-hamba yang dimuliakanNya dengan karuniaNya, di setiap saat ia hanya mengetahui karunia itu dimana ia berada saat itu, dan pada saat yang selanjutnya, dan di saat setelah itu, dan saat setelah itu sampai keabadian.

 
Bahkan para malaikat di surga tidak mengetahui bagaimana karunia-karunia itu akan dirasakan ketika surga terbuka untuk orang-orang yang berdiam di dalamnya. Jadi, tidak ada makhluk yang benar-benar dapat membayangkan karunia-karunia itu atau tidak ada pengalaman-pengalaman terhadap karunia-karunia itu yang Allah telah menyiapkannya untuk hamba-hambaNya yang sholeh.

Bahkan pada bentuk pancaindera, orang-orang yang menghuni surga akan mengalami keindahan dan rahmat yang akan bertambah tak henti-hentinya. Jika seseorang untuk menemukan suatu buah yang dia sukai di dalam surga, memetik dan memakannya, Allah Ta’ala akan menumbuhkan buah yang lain di tempat itu tadi yang lebih indah daripada buah yang tadi, dan bahkan jika dia memetik buah yang itu, disana akan tumbuh buah yang lebih indah dibandingkan yang tadi.

Jika dia ingin melihat burung yang indah terbang di dalam surga dan dia ingin burung itu berada di piringnya yang ingin dia makan, maka burung itu akan ada siap hidang kepadanya. Ketika dia merasakan burung itu, rasanya belum pernah ia rasakan sewaktu di dunia. Ketika ia selesai makan, burung itu akan dihidupkan kembali dan akan terbang kembali di surga dalam bentuk yang lebih indah. Semua keindahan itu adalah suatu refleksi dari keindahan Nabi SAW. Ini semua karena Nabi SAW yang merupakan ciptaan yang paling indah, bayangan yang sempurna dari Yang Maha Indah dan Yang Maha Sempurna.

Jika seseorang di surga merasakan manisnya suatu buah ataupun seekor burung yang ia makan di dalam surga, ia akan merasakan seribu rasa manis di mulutnya yang saling berbeda antara satu dengan yang lain. Setiap rasa akan menetap di memorinya dan ia akan mampu merasakannya selama 70 tahun, dan sekalipun begitu yang berikutnya akan ia rasakan lebih enak dari yang sebelumnya. Jika ia berjalan keluar menuju ke tempat-tempat tertentu di surga dan kemudian kembali ke istana dan tempat tinggalnya di surga dan melihat keluarganya, ia akan berkata kepada mereka, “Kalian bertambah bagus” dan keluarganya akan mengatakan yang sama kepadanya.

Orang-orang disana (di surga) akan merasakan bertambahnya kenikmatan, bahkan dalam hubungannya dengan pandangan yang baik dari Allah. Ketika hamba-hamba Allah diberikan pandangan yang baik dari Allah dan mereka ditunjukkan pemandangan-pemandangan yang indah, disana hanya ada bertambahnya kenikmatan yang tanpa akhir sampai kapanpun. Perwujudan kasih sayang Allah untuk hambaNya adalah ketika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan menjadikan malaikat-malaikat pada tempat tertinggi di surga untuk beribadah kepada Allah karena kecintaan kepada hamba itu.

Dengan mencintai hamba ini karena Allah, yang merupakan suatu ibadah, Allah menjadikan malaikat-malaikat pada tempat tertinggi untuk beribadah kepada Allah. Lalu Allah SWT berkata kepada malaikat Jibril as yang merupakan pemimpin dari malaikat-malaikat pada tempat tertinggi,

“Wahai Jibril, Aku mencintai hamba itu, maka katakan kepada penduduk langit untuk mencintainya.”

 
Lalu malaikat Jibril as mencintai hamba tersebut karena Allah, yang merupakan bentuk ibadah, dan kemudian dia menemui malaikat-malaikat yang lain dan mengatakan bahwa Allah mencintai hamba itu, sehingga para malaikat pun ikut mencintainya. Oleh karena itu, hamba tersebut yang berjalan diatas bumi dengan keterbatasannya sebagai seorang manusia, adalah seorang yang dicintai di langit, di tempat tertinggi Allah Ta’ala.

Ketika seorang hamba, yang dicintai oleh para malaikat karena Allah mencintainya, masuk ke dalam kubur dan berada dalam alam barzah, karena para malaikat tahu bahwa dia adalah salah satu orang yang dicintai Allah Ta’ala, mereka (para malaikat) berdiri kagum sebelum kehadiran hamba Allah tersebut, seperti para hadirin berdiri sebelum seorang raja datang. Mereka (para malaikat) berdiri mengagumi hamba itu karena mereka tahu kedudukan dia di sisi Allah SWT. Dia adalah salah seorang hamba yang dicintai Allah.

Ketika hamba ini berjalan menyeberangi api nereka, api itu berkata kepadanya,
“Wahai orang yang beriman, cahayamu telah memadamku.”

Meskipun api neraka membakar segala sesuatu, hamba Allah tadi tidak terbakar karena kecintaan Allah terhadap dirinya. Bahkan kalaupun dia merasakan api neraka, Allah Ta’ala akan berkata,

“Kasih sayangku mendahului kemurkaanku.”

Ini terjadi hanya karena kasih sayang Allah untuk hamba tersebut yang Allah mencintainya. Seseorang yang mencintai karena Allah, dan seseorang yang dicintai karena Allah, tidak dapat tinggal di neraka, karena seseorang itu akan bersama orang yang dicintai. Salah satu faedah kecintaan Tuhan kepada hambaNya adalah bahwa hamba tadi dapat menjadi perantara membawa orang-orang yang dia cintai. Seorang yang mati syahid dapat menjadi perantara membawa serta 70 orang dari keluarganya yang ia cintai.

Karena benar-benar mencintai seseorang, ia akan mencintai segala sesuatu yang dibawa serta oleh orang itu karena cintanya. Dia mencintai anak-anaknya, mencintai keluarganya, dan mencintai rumah dimana orang tersebut tinggal. Bahkan ia mencintai sesuatu yang dia pakai. Jika ini adalah cinta suatu makhluk kepada makhluk yang lain, bagaimana tentang kecintaan dari Sang Pencipta kepada makhlukNya dan bagaimana bisa Allah tidak memberi apapun kepada seseorang yang Dia cintai.
Allah Ta’ala berfirman di dalam Hadits Qudsi,

“Aku yang berkuasa. Jika seseorang taat kepadaKu, Aku akan memberikan berkah. Dan jika Aku memberikan berkah, Aku memberkahi orang itu dan semua yang dibawa oleh orang itu dan berkahKu tiada akhir.”

Ibnu Abbas ra berkata ketika dia mengomentari suatu ayat di surat Kahfi tentang dua anak yatim yang mempunyai harta benda yang tersimpan di dalam tanah. Ketika Nabi Khidir membangun kembali dinding disitu dia berkata, “Ayah mereka adalah orang-orang yang sholeh.” Sayyidina Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa yang dimaksud ayah disitu adalah kakeknya yang ke-7 dari jalur ibu. Karena dia adalah orang sholeh dan Allah mencintainya. Lihatlah bagaimana jauhnya, berkah itu bisa menurun kepada turunannya yang ke-7.

Sayyidina Muhammad SAW berkata tentang Uwais Al-Qarni bahwa dia seorang diri akan dapat menjadi perantara menanggung orang-orang dari suku Rabi di Arab dan suku Mudhar. Mereka ini adalah dua suku yang besar di Arab. Ini adalah Uwais Al-Qarni yang tidak pernah bertemu dengan Nabi SAW, lalu bagaimana dengan para sahabat Nabi SAW yang benar-benar melihat Nabi? Dan bagaimana menurutmu dengan orang-orang yang dipilih menjadi sahabat Nabi SAW, dan sepuluh diantara mereka dijanjikan surga, dan orang-orang yang terdekat kepada Nabi SAW?

Ada suatu cerita. Di Mesir ada seseorang yang telah meninggal dan orang-orang sering melihatnya di dalam mimpi bahwa orang itu dalam keadaan disiksa dalam kuburnya. Setelah beberapa hari, seseorang melihatnya di dalam mimpi bahwa dia tidak disiksa lagi. Orang itu bertanya kepadanya apa yang terjadi. Orang itu menjawab bahwa ketika masuk waktu Ashar kuburannya terkena bayangan kubah dari makamnya Imam Syafii. “Saat bayangan dari makam Imam Syafii jatuh ke kuburanku, hukumanku ditiadakan”

Sayyidina Abubakar Ash-Shiddiq pernah berjalan melewati pekuburan dan salah satu rambutnya jatuh ke tanah di pekuburan. Karena rambut beliau itu, siksaan kubur ditiadakan dari seluruh pekuburan. Jadi, ini dikarenakan berkat kecintaan Allah kepada hambaNya dan ini akan membawa manfaat terhadap orang-orang sekitar orang tersebut. Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan mencintai apa-apa yang berada di sekitar hamba tersebut. 

Karena berkat cinta tersebut, Allah memberikan kepada yang lain.
Ada suatu cerita tentang seseorang yang tinggal pada jaman Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani. Orang tersebut terdengar berteriakan setelah ia dikubur. Orang-orang mendengarnya berteriak dari siksaan kubur dan mereka dapat mendengarnya dari jauh. Para sahabat Syeikh Abdul Qadir Jaelani bercerita kepada beliau, sehingga beliau lalu pergi menuju kubur tersebut. Orang-orang meminta kepada beliau agar dapat mendoakannya sehingga Allah mengangkat hukumannya.
Syeikh Abdul Qadir Jaelani bertanya kepada mereka,
“Apakah ia adalah salah satu sahabat kita?”
Mereka menjawab tidak. Beliau bertanya lagi,
“Pernahkah kalian melihatnya hadir pada salah satu majlis kita?”
Mereka menjawab tidak. Beliau bertanya lagi,
“Pernahkah ia masuk ke salah satu masjid kita dengan tujuan untuk mendengarkan ceramah-ceramah kita atau sembahyang bersama kita?”
Mereka menjawab tidak. Beliau bertanya lagi,
“Pernahkah kita melihatnya?”
Mereka menjawab tidak. Beliau bertanya lagi,
“Apakah ia pernah melihat kita?”
Mereka menjawab tidak. Lalu salah seorang dari mereka berkata,
“Tetapi, wahai guru, saya pernah sekali melihatnya berjalan di suatu jalan setelah engkau dan para sahabatmu baru saja selesai dari majlis dan ia melihat jejak jalanmu.”
Lalu Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani menengadah kepada Allah dan berkata,
“Ya Allah, orang ini adalah orang yang pernah melihat debu jejak jalan kami setelah kami selesai majlis. Jika Engkau mencintai kami Ya Allah, kami memohon kepadaMu berkat kecintaanMu itu untuk mengangkat hukuman dan siksaan pada hamba ini.”
Pada saat itu juga, teriakan (dari kubur) itu berhenti.




▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
                                                                                                                              privatebundas.blogspot.com
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬


Mengapa syurga di Telapak Kaki Ibu ?



Hadis ‘Surga Di Bawah Telapak Kaki Ibu’ 

 



 

Sering kita mendengar hadis Rasulullah Saw yang menyatakan bahwa;

“Surga itu di bawah telapak kaki ibu” yang seolah jika dipahami secara tekstual seperti keindahan surga yang di dalamnya indah menglir sungai itu ada di bawah telapak kaki seorang wanita yang melahirkan kita.
Hadis tersebut adalah kata kiasan yang mengabarkan betapa kita wajib mentaati dan berbakti pada seorang ibu, mendahulukan kepentingannya mengalahkan kepentingan pribadi hingga diibaratkan letak diri kita bagaikan debu yang ada dibawah telapak kakinya bila kita ingin meraih surga.


الْجَنَّة تَحْت أَقْدَام الْأُمَّهَات قَالَ رَوَاهُ أَحْمَد وَالنَّسَائِيّ وَابْن مَاجَهْ وَالْحَاكِم
“Surga itu dibawah telapak kaki ibu.” (HR. Ahmad, an-Nasaai, Ibn Maajah dan al-Hakim)


( الجنة تحت أقدام الأمهات ) يعني لزوم طاعتهن سبب قريب لدخول الجنة
“Surga itu dibawah telapak kaki ibu; artinya selalu mentaatinya akan menjadikan sebab dekatnya seseorang untuk masuki surga.” (At-Taysiir Bi Syarh al-Jaami’ as-Shaghiir I/996)


(الجنة تحت أقدام الأمهات) يعني التواضع لهن وترضيهن سبب لدخول الجنة ….وقال العامري المراد أنه يكون في برها وخدمتها كالتراب تحت قدميها مقدما لها على هواه مؤثرا برها على بر كل عباد الله لتحملها شدائد حمله ورضاعه وتربيته وقال بعض الصوفية : هذا الحديث له ظاهر وباطن وحق وحقيقة لأن المصطفى صلى الله عليه وسلم أوتي جوامعالكلم فقوله الجنة إلخ ظاهره أن الأمهات يلتمس رضاهن المبلغ إلى الجنة بالتواضع لهن وإلقاء النفس تحت أقدامهن والتذلل لهن والحقيقة فيه أن أمهات المؤمنين هن معه عليه السلام أزواجه في أعلى درجة في الجنة والخلق كلهم تحت تلك الدرجة فانتهاء زوس الخلق في رفعة درجاتهم في الجنة وآخر مقام لهم في الرفعة أول مقام أقدام أمهات المؤمنين فحيث انتهى الخلق فهن ثم ابتداء درجاتهن فالجنة كلها تحت أقدامهن وهذا قاله لمن أراد الغزو معه وله أم تمنعه
“Surga itu di bawah telapak kaki ibu; artinya patuh dan ridhanya menjadi sebab masuknya seseorang ke dalam surga. Al-Aamiri berkata “maksud adri hadis tersebut adalah ukuran dalam berbakti dan khidmah pada ibu bagaikan debu yang berada di bawah telapak kiki mereka, mendahulukan kepentingan mereka atas kepentingan sendiri dan memilih berbakti pada mereka ketimbang berbakti pada setiap hamba-hamba Allah lainnya karena merekalah yang rela menanggung beban penderitaan kala mengandung, menyusui serta mendidik anak-anak mereka”.

Sebagian Ulama Tashawwuf menyatakan “Hadits ini memiliki arti secara dhahir, bathin, hak dan hakikat karena baginda Nabi Muhammad Saw mampu menguasai segala kesempurnaan bahasa. Maka arti “Surga itu di bawah telapak kaki ibu” arti dhahirnya adalah para ibu keridhaannya yang mampu menghantarkan ke dalam surga harus diraih dengan berprilaku rendah diri, patuh bagaikan meletakkan diri kita di bawah telapak kakinya.

Arti hakikatnya adalah bahwa para ibu dari orang mukmin kelak di surga berada di tempat tertinggi bersama dengan Rasulullah Saw dan setiap makhluk berada di bawah derajat tersebut. Maka puncak derajat para makhluk di surga berada kedudukannya berada di bawah telapak kaki para ibu, dengan demikian semua derajat yang terdapat di dalam surga yang kelak dihuni orang-orang mukmin kesemuanya berada di bawah telapak kaki para ibu sebab keluhuran derajat mereka dialam surga.” (Faidh al-Qadiir III/477)


الجنة تحت أقدام الأمهات قال الطيبي قوله عند رجلها كناية عن غايةالخضوع ونهاية التذلل كما في قوله تعالى واخفض لهما جناح الذل من الرحمة الإسراء
“Surga itu dibawah telapak kaki ibu”. At-Thiiby berkata, ungkapan tersebut adalah kata kiasan dari bersikap patuh dan taat padanya secara totalitas sebagaimana keterangan dalam firman Allah Ta’alaa : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. [QS. 17:24] (Marqah al-Mafaatiih Syarh al-Misykaah XIV/224)

Berbaktilah padanya, bila ia telah meninggal minimal mendoakan keduanya selepas shalat.


{ أن اشكر لي ولوالديك إلي المصير } . فالشكر لله على نعمة الإيمان ، وللوالدين على نعمة التربية . وقال سفيان بن عيينة : من صلى الصلوات الخمس فقد شكر الله تعالى ، ومن دعا لوالديه في أدبار الصلوات فقد شكرهما .وفي صحيح البخاري عن عبد الله بن مسعود قال : سألت النبي صلى الله عليه وسلم : أي الأعمال أحب إلى الله عز وجل ؟ قال : الصلاة على وقتها قال : ثم أي ؟ قال : بر الوالدين قال : ثم أي ؟ قال : الجهاد في سبيل الله . فأخبر صلى الله عليه وسلم أن بر الوالدين أفضل الأعمال بعد الصلاة التي هي أعظم دعائم الإسلام .
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. 31:14) Dalam ayat di atas syukur pada Allah artinya mensyukuri atas kenikmatan iman, sedang syukur pada kedua orang tua artinya mensyukuri atas jerih payahnya merawat, mendidik dan mengasuh kita semenjak kecil. Tsufyan Bin ‘Uyainah berkata “Barangsiapa telah menjalani shalat lima waktu maka ia telah bersyukur kepada Allah, dan barangsiapa mendoakan kedua orangtuanya seusai shalat maka ia telah bersyukur pada keduanya.”

Dalam shahih al-Bukhari diriwayatkan dari Ibn Mas’ud, ia berkata “Saya bertanya kepada Rasulullah, ‘Apakah amal yang paling dicintai oleh Allah ?’ , Beliau bersabda, ‘Sholat pada waktunya’, Saya bertanya, ‘Kemudian apa lagi ?’, Beliau bersabda, ‘Berbakti kepada kedua orang tua’, Saya bertanya lagi, ‘Kemudian apa lagi ?’, Beliau bersabda, ‘Berjihad (berjuang) di jalan Allah’. Kemudian Rasulullah mengkhabarkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah amalan yang paling disukai oleh Allah setelah shalat yang merupakan paling agungnya tiang-tiang agama islam.” [HR.Bukhari dan Muslim] (Al-Mausuuah al-Fiqhiyyah VIII/65) 

Wallaahu A’lamu Bis Showaab.


▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
                                                                                                                              privatebundas.blogspot.com
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬


Sakit adalah ujian, cobaan dan takdir Allah


Orang Yang Sakit Selayaknya Bergembira

 


“Mengapa sakit saya tidak sembuh-sembuh?”
”Mengapa sakit saya sedemikian beratnya?”
“Kenapa mesti saya yang sakit?”

Mungkin inilah sebagian perkataan atau bisikan setan yang terbesit dalam hati orang yang sakit. Perlu kita ketahui bahwa sakit merupakan takdir Allah dan menurut akidah (kepercayaan) seorang muslim yang beriman bahwa semua takdir Allah itu baik dan ada hikmahnya, berikut ini tulisan ringkas yang senoga bisa mencerahkan hati orang-orang yang sakit yang selayaknya mereka bergembira
 
Sakit adalah ujian, cobaan dan takdir Allah

Hendaknya orang yang sakit memahami bahwa sakit adalah ujian dan cobaan dari Allah dan perlu benar-benar kita tanamkan dalam keyakinan kita yang sedalam-dalamya bahwa ujian dan cobaan berupa hukuman adalah tanda kasih sayang Allah. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,


إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ،

فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barangsiapa yang ridho (menerimanya) maka Allah akan meridhoinya dan barangsiapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.”[1]
Dan beliau shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,


إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا

وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang hamba, maka Allah menyegerakan siksaan  baginya di dunia”[2]
Mari renungkan hadits ini, apakah kita tidak ingin Allah menghendaki kebaikan kapada kita? Allah segerakan hukuman kita di dunia dan Allah tidak menghukum kita lagi di akhirat yang tentunya hukuman di akhirat lebih dahsyat dan berlipat-lipat ganda. Dan perlu kita sadari bahwa hukuman yang Allah turunkan merupakan akibat dosa kita sendiri, salah satu bentuk hukuman tersebut adalah Allah menurunkannya berupa penyakit.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,


وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ

وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَْ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ

قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَْ أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ

مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. [3]
Ujian juga merupakan takdir Allah yang wajib diterima minimal dengan kesabaran, Alhamdulillah jika mampu diterima dengan ridha bahkan rasa syukur. Semua manusia pasti mempunyai ujian masing-masing. Tidak ada manusia yang tidak pernah tidak mendapat ujian dengan mengalami kesusahan dan kesedihan. Setiap ujian pasti Allah timpakan sesuai dengan kadar kemampuan hamba-Nya untuk menanggungnya karena Allah tidak membebankan hamba-Nya di luar kemampuan hamba-Nya.
 





Sakit manghapuskan dosa-dosa kita

Orang yang sakit juga selayaknya semakin bergembira mendengar berita ini karena kesusahan, kesedihan dan rasa sakit karena penyakit yang ia rasakan akan menghapus dosa-dosanya. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,


مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ
“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya”[4]
Dan beliau shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,


مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ حَزَنٍ، وَلاَ وَصَبٍ،

حَتَّى الْهَمُّ يُهِمُّهُ؛ إِلاَّ يُكَفِّرُ اللهُ بِهِ عَنْهُ سِيِّئَاتِهِ
“Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau sesuatu hal yang lebih berat dari itu melainkan diangkat derajatnya dan dihapuskan dosanya karenanya.”[5]
Bergembiralah saudaraku, bagaimana tidak, hanya karena sakit tertusuk duri saja dosa-dosa kita terhapus. Sakitnya tertusuk duri tidak sebanding dengan sakit karena penyakit yang kita rasakan sekarang.
Sekali lagi bergembiralah, karena bisa jadi dengan penyakit ini kita akan bersih dari dosa bahkan tidak mempunyai dosa sama sekali, kita tidak punya timbangan dosa, kita menjadi suci sebagaimana anak yang baru lahir. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,


مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي جَسَدِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ

حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ
“Cobaan akan selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya maupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.”[6]
Hadits ini sangat cocok bagi orang yang mempunyai penyakit kronis yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya dan vonis dokter mengatakan umurnya tinggal hitungan minggu, hari bahkan jam. Ia khawatir penyakit ini menjadi sebab kematiannya. Hendaknya ia bergembira, karena bisa jadi ia menghadap Allah suci tanpa dosa. Artinya surga telah menunggunya.
Melihat besarnya keutamaan tersebut, pada hari kiamat nanti, banyak orang yang berandai-andai jika mereka ditimpakan musibah di dunia sehingga menghapus dosa-dosa mereka dan diberikan pahala kesabaran. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,


يَوَدُّ أَهْلُ الْعَافِيَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَّ جُلُودَهُمْ قُرِضَتْ بِالْمَقَارِيضِ

مِمَّا يَرَوْنَ مِنْ ثَوَابِ أَهْلِ الْبَلاَءِ.
Manusia pada hari kiamat menginginkan kulitnya dipotong-potong dengan gunting ketika di dunia, karena mereka melihat betapa besarnya pahala orang-orang yang tertimpa cobaan di dunia.[7]
Bagaimana kita tidak gembira dengan berita ini, orang-orang yang tahu kita sakit, orang-orang yang menjenguk kita ,orang-orang yang menjaga kita sakit,  kelak di hari kiamat sangat ingin terbaring lemah seperti kita tertimpa penyakit.
 
Meskipun sakit, pahala tetap mengalir

Mungkin ada beberapa dari kita yang tatkala tertimpa penyakit bersedih karena tidak bisa malakukan aktivitas, tidak bisa belajar, tidak bisa mencari nafkah dan tidak bisa melakukan ibadah sehari-hari yang biasa kita lakukan. Bergembiralah karena Allah ternyata tetap menuliskan pahala ibadah bagi kita yang biasa kita lakukan sehari-hari. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,


إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيما صحيحا
“Apabila seorang hamba sakit atau sedang melakukan safar, Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia lakukan ibadah di masa sehat dan bermukim.”[8]
Subhanallah, kita sedang berbaring dan beristirahat akan tetapi pahala kita terus mengalir, apalagi yang menghalangi anda untuk tidak bergembira wahai orang yang sakit.
 
Sesudah kesulitan pasti datang kemudahan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,


فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراْْْ, إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً ً
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”[9]
Ini merupakan  janji Allah, tidak pernah kita menemui manusia yang selalu merasa kesulitan dan kesedihan, semua pasti ada akhir dan ujungnya. Allah menciptakan segala sesuatu berpasangan, susah-senang, lapar-kenyang, kaya-miskin, sakit-sehat. Salah satu hikmah Allah menciptakan sakit agar kita bisa merasakan nikmatnya sehat. sebagaimana orang yang makan, ia tidak bisa menikmati kenyang yang begitu nikmatnya apabila ia tidak merasakan lapar, jika ia merasa agak kenyang atau kenyang maka selezat apapun makanan tidak bisa ia nikmati. 

Begitu juga dengan nikmat kesehatan, kita baru bisa merasakan nikmatnya sehat setelah merasa sakit sehingga kita senantiasa bersyukur, merasa senang dan tidak pernah melalaikan lagi nikmat kesehatan serta selalu menggunakan nikmat kesehatan dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,


نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua kenikmatan yang sering terlupakan oleh banyak orang: nikmat sehat dan waktu luang.”[10]
 
Bersabarlah dan bersabarlah

Kita akan mendapatkan semua keutamaan tersebut apabila musibah berupa penyakit ini kita hadapi dengan sabar. Agar kita dapat bersabar, hendaknya kita mengingat keutamaan bersabar yang sangat banyak. Allah banyak menyebutkan kata-kata sabar dalam kitab-Nya.
 
Berikut adalah beberapa keutamaan bersabar:

Sabar memiliki keutamaan yang sangat besar di antaranya:
1. Mendapatkan petunjuk. Allah Ta’ala berfirman:

“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”[11]

2. Mendapatkan pahala yang sangat besar dan keridhaan Allah.
Allah Ta’ala berfirman,

“sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar diberikan pahala bagi mereka tanpa batas.”[12]
3. Mendapatkan alamat kebaikan dari Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Apabila Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba-Nya maka Dia menyegerakan hukuman baginya di dunia, sedang apabila Allah menghendaki keburukan pada seorang hamba-Nya maka Dia menangguhkan dosanya sampai Dia penuhi balasannya nanti di hari kiamat.”[13]

4. Merupakan anugrah yang terbaik

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidaklah Allah menganugrahkan kepada seseorang sesuatu pemberian yang labih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.”[14]
 
Hindarilah hal ini ketika sakit

Ketika sakit merupakan keadaan dimana seseorang lemah fisik dan psikologis bahkan bisa membuat lemah iman. Oleh karena itu kita mesti berhati-hati agar kondisi ini tidak di manfaatkan oleh syaitan. Ada beberapa hal yang harus kita hindari ketika sakit.

1. berburuk sangka kepada Allah atau merasa kecewa bahkan marah kepada takdir Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba kepada-Ku, jika ia berprasangka baik, maka aku akan berbuat demikian terhadapnya. Jika ia berprasangka buruk, maka aku akan berbuat demikian terhadapnya.”[15]

2. Menyebarluaskan kabar sakit dan mengeluhkannya

Merupakan salah satu tanda tauhid dan keimanan seseorang bahwa ia berusaha hanya mengeluhkan keadaannya kepada Allah saja, karena hanya Allah yang bisa merubah semuanya. Sebaliknya orang yang banyak mengeluh merupakan tanda bahwa imannya sangat tipis. kita boleh mengabarkan bahwa kita sakit tetapi tidak untuk disebarluaskan dan kita kelauhkan kepada orang banyak

3. membuang waktu dengan melakukan pekerjaan yang sia-sia selama sakit
Misalnya banyak menonton acara-acara TV, mendengarkan musik, membaca novel khayalan dan mistik, hendaknya waktu tersebut di isi dengan muhasabah, merenungi, berdzikir, membaca Al-Quran dan lain-lain.

4. Tidak memperhatikan kewajiban menutup aurat
Hal ini yang paling sering dilalaikan ketika sakit. walaupun sakit tetap saja kita berusaha menutup aurat kita selama sakit sebisa mungkin. Lebih-lebih bagi wanita, ia wajib menjaga auratnya misalnya  kaki dan rambutnya dan berusaha semaksimal mungkin agar tidak dilihat oleh laki-laki lain misalnya perawat atau dokter laki-laki

5. Berobat dengan yang haram
Kita tidak boleh berobat dengan hal-hal yang haram, misalnya dengan obat atau vaksin yang mengandung babi, berobat dengan air kencing sendiri karena Allah telah menciptakan obatnya yang halal.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit bersama obatnya, dan menciptakan obat untuk segala penyakit, maka berobatlah, tetapi jangan menggunakan yang haram.”[16]

Dan perbuatan haram yang paling berbahaya adalah berobat dengan mendatangi dukun mantra, dukun berkedok ustadz dan ahli sihir karena ini merupakan bentuk kekafiran yang bisa mengeluarkan pelakunya dari islam serta kekal di neraka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang mendatangi dukun, lalu mempercayai apa yang ia ucapkan, maka ia telah kafir terhadap ajaran yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam”[17].
Sebagai penutup tulisan ini, berikut jawaban serta jalan keluar dari Allah yang langsung tertulis dalam kitab-Nya mengenai beberapa keluhan yang muncul dalam hati manusia yang lemah[18]

–Mengapa saya di uji (dengan penyakit ini)?

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. 29:2)

“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. 29:3)

-Mengapa saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan (berupa  kesehatan)?

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahu, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. 2:216)

-Mengapa ujian (penyakit) seberat ini?

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. 2:286)

-Saya mulai frustasi dengan ujian (penyakit) ini.

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. 3:139)

-Bagaimanakah saya menghadapinya?

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. 3:200)

-Apa yang saya dapatkan dari semua ini?

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka,” (QS. 9:111)

-Kepada siapa Saya berharap?

“Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Rabb yang memiliki ‘Arsy yang agung”. (QS. 9:129)

-Saya sudah tidak dapat bertahan lagi dan menanggung beban ini!

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS. 12:87)


▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
                                                                                                                              privatebundas.blogspot.com
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Adab Dulu Baru Ilmu


Perhatikan Adab Sebelum Belajar Ilmu

 

 

Kenapa mesti tema ini yang harus dibahas disaat masyarakat yang semangat menuntut ilmu? Karena tema inilah yang sekian lama terkubur ditengah-tengah para penuntut ilmu. Berapa banyak orang yang menuntut ilmu agar kelak menjadi ustadz, kiyai atau ulama, hal ini tidak salah, tapi akan menjadi salah jika ilmu didahulukan sebelum adab. Karena urutan adalah sebuah aturan yang harus ditaati dan dilalui. Jika urutan dilanggar maka hasilnya sia-sia.
Diantara orang yang sibuk meuntut ilmu namun lupa akan belajar adab dan akhlak adalah ia mudah menggibah gurunya, tidak hormat pada guru, terlambat ketika menghadiri majlis ilmu. Dan penyakit lainnya yang melanda para penuntut ilmu. Padahal dengan adab yang baik maka ilmu tersebut menjadi berkah. Bagaimana ingin mendapatkan keberkahan ilmu jika adabnya saja tidak diperhatikan. Ilmu tersebut mungkin tidak akan bertahan lama atau tidak akan mendapatkan berkah.

Di zaman keemasannya adab menuntut ilmu sangat diperhatikan oleh para ulama. Misalnya:

  1. Datang ke majelis ilmu sebelum pelajaran di mulai bahkan ada yang sampai menginap agar dapat tempat duduk terdepan karena majelis ilmu saat itu sangat ramai.
  2. Menghapal beberapa buku (matan/ringkasan isi) sebelum belajar ke ulama. Bahkan beberapa ulama mempersyaratkan jika ingin belajar kepadanya harus hafal dahulu. Misalnya imam Malik yang mempersyaratkan harus hafal kitab hadits yang tebal yaitu Al-Muwattha’.
  3. Menjaga suasana belajar dengan fokus dan tidak bermain-main. Misalnya bermain gadget atau HP atau mengobrol dengan temannya.
Padahal Al-Qur’an, As-Sunnah dan para ulama sangat memperhatikan akan pentingnya adab sebelum ilmu diantaranya :
Di dalam surat Thaha ayat 11 sampai 14 sangat jelas tentang hal itu, sebelum Allah taala mewahyukan kepada Nabi Musa ‘alaihissalam bahwa Dia Allah yang Tiada Ilah (Tuhan yang berhak disembah dengan benar) selain Dia. Allah ta’ala berfirman kepadanya,


فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى
Lepaskan kedua alas kakimu, sesungguhnya engkau sedang berada di lembah suci Tuwa” (QS. Thaha: 12).
Sebelum menerima wahyu, Allah ta’ala mengingatkan Nabi Musa ‘alaihissalam akan sebuah adab, yaitu melepas alas kaki di lembah suci Thuwa. Inilah adab sebelum menerima ilmu.
Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir yang Allah jelaskan dala surat Al-Kahfi. 

Lihat pula pada keteladanan Jibril ‘alaihissalam saat hadir di majlis Rasulullah, bagimanaia berpakaian, berjalan, dan duduk di majlis ilmu. Ini semua mencerminkan betapa pentingnya adab sebelum ilmu. Sehingga para ulama sangat perhatian terhadap adab.

Diantara wasiat Luqman kepada anaknya adalah tentang adab berjalan dan berbicara.
Misalnya kisah berikut ini, dikisahkan oleh Ahmad bin Sinan mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,


كان عبد الرحمن بن مهدي لا يتحدث في مجلسه، ولا يقوم أحد ولا يبرى فيه قلم، ولا يتبسم أحد
“Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 17/161, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).
Berikut beberapa kisah dari ulama, mereka menekankan agar belajar adab dahulu baru ilmu. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,


قال مالك: قلت لأمي: “أذهب، فأكتب العلم؟”، فقالت: “تعال، فالبس ثياب العلم”، فألبستني مسمرة، ووضعت الطويلة على رأسي، وعممتني فوقها، ثم قالت: “اذهب، فاكتب الآن”، وكانت تقول: “اذهب إلى ربيعة، فتعلًّمْ من أدبه قبل علمه”
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ Ibuku berkata,‘Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan,  

‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)
Mari kita pelajari bagaimana para ulama sangat memperhatikan adab sebelum ilmu bahkan mereka pun mengarahkan murid-muridnya untuk mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan berbagai macam khilaf ulama. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,


تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Abdullah bin Al-Mubarak Rahimahullah Ta’ala berkata :

“Hampir saja adab menjadi dua pertiga ilmu. (Sifatush Shafwah 4/145)
Salah seorang Salaf berkata :

“Kita lebih butuh adab yang sedikit dibandingkan ilmu yang banyak”. (Madarijus Salikin 2/376)
Abu Abdillah Sufyan bin Sa’id Ats-Tsaury rahimahullah Ta’ala berkata :

“Para Ulama tidak mengizinkan anaknya keluar untuk menuntut ilmu sampai mereka beradab dan beribadah selama duapuluh tahun.

Muhammad bin Sirin Rahimahullah Ta’ala berkata :

“Mereka para salafus saleh belajar al-Hadyu (adab) seperti mereka belajar ilmu”. (Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Jami dari Malik bin Anas)
Abu Zakariya Yahya bin Muhammad Al-Anbary rahimahullah ta’ala berkata :

“Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu, dan adab tanpa ilmu bagaikan jasad tanpa ruh”. (Tadzkiratus Sami wa Mutakallim)
Isa bin hamadah rahimahullah ta’ala berkata :

“Saya mendengar Al-Layyits bin Sa’ad berkata; “Sungguh para ahli hadits sangat dimuliakan, ketika aku melihat sesuatu pada diri mereka maka aku berkata; “Kebutuhan kalian pada adab yang sedikit lebih butuh dibandingkan ilmu yang banyak”.
Ibrahim bin Habiib Asy-Syahid Rahimahullah berkata :

“Wahai anakku datangilah para ahli fiqih dan ulama, dan belajarlah dari mereka, ambilah adabnya, akhlaknya, karena hal itu lebih aku suakai dibandingkan hadits yang banyak”. (Al-Jami’ Liakhlakir Rawi 1/80)
Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? 

Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,


بِالأَدَبِ تَفْهَمُ الْعِلْمَ
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami il
Ibnul Mubarok berkata,


تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين
“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Ibnu Sirin berkata,


كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم
“Mereka -para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka mempelajari ilmu.
Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata,


مَا نَقَلْنَا مِنْ أَدَبِ مَالِكٍ، أَكْثَرُ مِمَّا تَعْلَّمْنَا مِنْ عِلْمِهِ
“Yang kami nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya.”
Lihatlah doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam supaya dianugerahi akhlak yang mulia,


اللَّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali Engkau.” (HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib)
Berkata Adz-Dzahabi rahimahullahu,


كان يجتمع في مجلس أحمد زهاء خمسة آلاف -أو يزيدون نحو خمس مائة- يكتبون، والباقون يتعلمون منه حسن الأدب والسمت
“Yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis [pelajaran] sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran adab dan kepribadiannya.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 21/373, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).
\Mari kita perbaiki adab kita dalam menuntut ilmu dan mengikhlaskannya kepada Allah.
Diantara adab yang mesti diperhatikan sebelum menuntut ilmu adalah :

  1. Mempelajari adab kepada Allah dan Rasul-Nya. Serta cinta kepada kedua-Nya melebihi cinta kepada yang lain.
  2. Ikhlas dalam menuntut ilmu dan menjauhkan diri dari sifat riya dan sum’ah.
  3. Menepaki jalan para ulama salaf dan menjahukan diri dari perangkap ahlul hawa dan syahwat.
  4. Senantiasa menghadirkan pengawasan Allah
  5. Melepaskan kesombongan dalam bentuk
  6. Mencari guru yang dikenal keshalihan dan
  7. Membaca kehidupan ulama dalam menuntut
  8. Sabar dan istiqomah.
  9. Dan yang lainnya.

Akhlaknya Baru Ilmunya

 

 





Sebagian penuntut ilmu mungkin ada yang terlupakan ketika belajar agama dari seorang guru atau ustadz. Yaitu mencontoh juga akhlak dan penerapan ilmunya. Sebagian masih fokus terhadap ilmu yang dipelajari. Bahkan ada juga guru atau ustadz yang akhlaknya tidak bagus atau kurang baik, bersikap kasar dan tidak penuh hikmah. Sehingga inilah yang dicontoh oleh para murid-muridnya. Sehingga akhlaknya menjadi kasar, wajah seram dan tampang sangar.
hendaknya seseorang berusaha mencari guru dan ustadz yang menerapkan ilmunya terutama masalah akhlak. 


Karena akhlak yang baik sesama manusia, memudahkan manusia, membuat manusia gembira serta menjaga amanah. Maka, satu saja contoh yang baik dalam masyarakat bisa menggantikan 1000 kajian dan majelis ilmu tentang akhlak.
kita bisa melihat kisah mereka para ulama yang sukses menuntut ilmu dan menjadi bermanfaat bagi kaum muslimin. Mereka sangat memeprhatikan akhlak dan berusaha mencontoh akhlak para guru mereka.

Ibu Imam Malik rahimahullahu, sangat paham hal ini dalam mendidik anaknya, beliau memerhatikan keadaan putranya saat hendak pergi belajar. Imam Malik rahimahullahu mengisahkan,

قال مالك: قلت لأمي: ” أذهب، فأكتب العلم؟ “، فقالت: ” تعال، فالبس ثياب العلم “، فألبستني مسمرة، ووضعت الطويلة على رأسي، وعممتني فوقها، ثم قالت: ” اذهب، فاكتب الآن “، وكانت تقول: ” اذهب إلى ربيعة، فتعلًّمْ من أدبه قبل علمه

“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ Ibuku berkata,‘Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan,  

‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)

Berkata Adz-Dzahabi rahimahullahu,

كان يجتمع في مجلس أحمد زهاء خمسة آلاف – أو يزيدون نحو خمس مائة – يكتبون، والباقون يتعلمون منه حسن الأدب والسمت

“Yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis [pelajaran] sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran adab dan kepribadiannya.” [Siyaru A’lamin Nubala’ 21/373, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah]
Demikianlah karena akhlak yang baik adalah hal yang cukup sulit diterapkan dan manfaatnya sangat terasa bagi kaum muslimin, tidak heran jika ia adalah hal yang paling banyak menyebabkan sesorang masuk surga
Demikian pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,


أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ

“Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia”(HR At-Thirmidzi, Ibnu Maajah dan Al-Haakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)



Mendengar Pertama Untuk Keseribu Kalinya

 


adab dalam menutut ilmu


Adalah salah satu adab dalam menuntut ilmu “tidak sombong”. Dalam sebuah hadis disebutkan “dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq). Bukanlah adab dalam menutut ilmu ketika di dalam hati ada kesombongan, merasa diri lebih baik dari orang lain, bahkan dari gurunya. A’udzubillah.

Ada satu kisah yang terkesan sekali tentang adab seorang tabi’in, Atha bin Abi Rabah. Kisah ini saya dengar dari Ustad Aunur Rafiq di kajian tentang adab berbicara dan mendengar. Jadi sumbernya adalah tuturan ustad dan catatan pribadi saya saja. Maaf ga punya kitab untuk mengecek. Ustad cerita, suatu hari ada seorang pemuda di sebuah majlis sedang menyampaikan hadis. Atha bin Abi Rabah ada di majlis itu dan ikut menyimaknya dengan penuh konsentrasi. Orang yang mengenal Atha bin Rabah pun heran, ngapain ulama besar seperti dia mendengarkan kajian hadis dari seorang anak muda, Atha jawab “iya, aku perlu mendengarkannya meskipun aku sudah hapal hadis itu sebelum dia lahir”.
Jlegur. 

Mendengar kisah ini untuk pertama kalinya rasanya menohok banget. Ada seorang ulama yang begitu rendah hati menyimak kajian yang sudah ngelotok di kepalanya. Apalah saya yang suka bete kalau dikasih tau atau dinasihati hal yang saya sudah tahu?

Begitu baca kisah-kisah tentang Atha bin Rabah rasanya makin merinding lagi. Ternyata tabi’in yang satu ini dijuluki Sayyidul Fuqaha Al Hijaz (pemimpin para ahli fiqh di makkah dan madinah). Pada masa beliau hidup tidak ada yang berani memberikan fatwa di masjidil haram karena hormat akan kedalaman dan keluasan ilmu agamanya. Pada riwayat lain dikisahkan ‘Abdullah bin Umar sedang menuju ke Mekkah untuk beribadah umrah. Lalu orang-orang menemuinya untuk bertanya dan meminta fatwa, maka ‘Abdullah berkata, 

“sesungguhnya saya sangat heran kepada kalian, wahai penduduk makkah, mengapa kamu mengerumuniku untuk menanyakan suatu permasalahan, sedangkan di tengah-tengah kalian sudah ada ‘Atha’ bin Abi Rabah?!.”

‘Atha memang rendah hati. Imam Ibnu Abi Laila mengatakan, “aku pernah berjumpa dengan Atha. Lalu ia menanyakan beberapa hal kepadaku. Maka sahabat-sahabat atha tercengang keheranan seraya mengatakan, ‘bagaimana mungkin engkau yang bertanya kepadanya?’ Atha menjawab, ‘apa yang kalian herankan? Dia orang yang lebih berilmu daripada saya.”

Adalah salah satu adab dalam menuntut ilmu “tidak sombong.” Saya ulangi lagi demi penekanan. Sungguh ini tulisan paling cocok memang untuk diri saya sendiri. Ustad lain di kajian tentang Konsep Ilmu dan Adab mengingatkan “seorang penuntut ilmu yang benar akan mendengarkan masalah yang sudah dia dengar 1000x seperti baru mendengar pertama kalinya”. Sebenarnya, tidak hanya dalam menuntut ilmu, dalam keseharianpun ada pula salah satu adab mendengar “tidak mengesankan kepada hadirin lain bahwa dia lebih tahu dari sang pembicara.”

Indah sekali sebenarnya aturan adab ini. Semoga kita selalu ingat untuk tetap rendah hati ketika menuntut ilmu.

Semoga bermanfaat. Aamiin.



▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
                                                                                                                              privatebundas.blogspot.com
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬


Electricity Lightning